ALLAH SATU TUJUAN

SELAMAT DATANG DI WEB CINTA KEPADA ALLAHLAH CINTA YANG HAKIKI

ARTIKEL

SYAIR-SYAIR JIHAD








    Salam Ukhwah Semoga Ukhwah Kita Selalu Dalam Ridho Ilahi

Sesungguhnya segala puji hanya milik Alloh, kami memohon pertolongan dan meminta ampunan kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Alloh dari keburukan jiwa-jiwa kami dan kejahatan amal perbuatan kami.

Siapa diberi petunjuk oleh Alloh, tak ada seorang pun bisa menyesatkannya. 
Dan barangsiapa Dia sesatkan, tak ada seorang pun yang memberinya petunjuk.

Dan aku bersaksi bahwa tiada ilah (yang haq) selain Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. 
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
                      




                                                       SEMOGA BERMANFAAT
                            AL KISAH SEORANG GADIS SHOLEHAH

Zaman sekarang, setidaknya kata teman-teman saya, mencari laki-laki sholeh adalah suatu hal yang susah, akan tetapi mencari wanita yang sholehah jauh..jauh..jauh lebih susah. Saya kurang jelas, alasan ilmiahnya seperti apa, tapi fenomena yang ada di tengah-tengah masyarakat demikianlah adanya. Mungkin kondisi anomali ini yang menjadi filosofi munculnya pepatah Arab;Wanita yang sholehah itu lebih baik daripada 1000 lelaki yang soleh.”

Berikut  ini saya akan kutipkan sebuah kisah yang sangat luar biasa. Sebuah KISAH NYATA tentang seorang wanita yang teguh dalam ketaatan kepada Tuhannya. Gadis yang Shalihah, taat Syariah dan kokoh memperjuangkan Khilafah. Kisah ini menjadi sangat istimewa karena terjadi di masa kita, masa di mana banyak wanita melupakan kodratnya, masa di mana kemaksiatan adalah suatu hal yang biasa.
Berikut kisahnya; 
Seorang gadis remaja baru pulang dari sekolahnya dengan wajah sedih dan mata berkaca-kaca. Setibanya di rumah, ia langsung bersimpuh di pangkuan ibunya untuk menceritakan sebab-musabab kesedihannya. 

“Aduhai ibuku, sesungguhnya guruku telah mengancam akan mengusirku dari sekolah karena pakaian panjang (jilbab) yang kupakai” keluh sang putri. 

“Tetapi itu adalah pakaian yang dikehendaki oleh Allah, wahai putriku” 
sang ibu dengan bijaksana mencoba untuk memperjelas duduk permasalahannya. 

“Benar, wahai ibu, akan tetapi guruku tidak menghendakinya” jawab sang putri.

Sang bunda kemudian menasihati putrinya,  
“Baiklah, wahai putriku, boleh saja gurumu tidak menghendaki, tetapi Allah meng­hendakinya. Lalu siapakah yang akan kamu taati? Apakah kamu akan mentaati Allah yang telah menciptakanmu dan membentukmu, serta yang telah mengaruniakan kenikmatan kepadamu? Ataukah kamu akan mentaati seorang makhluk yang tidak mampu memberikan manfaat dan mudharat kepada dirinya?”

 lalu Sang putri dengan mantab menjawab,  
“Sesungguhnya saya akan taat kepada Allah, wahai ibu.” 

Pada hari berikutnya, gadis itu pergi dengan mengenakan jilbab dan kerudung seperti biasanya. Tatkala gurunya melihatnya, sang guru pun langsung mencela dan memarahinya dengan keras. Gadis itu tidak kuasa menerima amarah tersebut, ditambah lagi oleh pandangan sinis dari teman-teman yang mengarah kepadanya. Maka, tidak ada yang ia lakukan selain MENANGIS meneteskan air mata.

Tidak lama kemudian, gadis itu lantas mengeluarkan kata-kata yang besar maknanya meski sedikit jumlahnya, “Demi Allah, saya tidak tahu siapa yang akan saya taati, anda ataukah Dia?” 

Mendengar kata-kata padat nan tegas dari muridnya, maka sang guru pun bertanya, “Siapakah Dia itu?” 

Sang gadis Shalihah itu menjawab (dengan jawaban yang luarrr biasa), ALLAH!. Apakah saya harus taat kepada anda, sehingga saya mesti memakai pakaian seperti yang anda kehendaki, tetapi saya berbuat maksiat kepada-Nya? Ataukah saya mentaati-Nya dan tidak mentaati anda?, Ah, biarlah saya akan mentaati-Nya saja, dan APA yang terjadi TERJADILAH.
SUBHANALLAH, betapa agungnya kalimat yang diucapkan gadis itu. Sebuah kalimat yang menampakkan wald (ketaatan) yang mutlak kepada Allah adzawajalla. Sang Gadis bertekad untuk berpegang kuat dan taat ke­pada perintah Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.

Rasa kagum dan Salam penghormatan penting juga kita sampaikan kepada Ibundanya;
Sang Ibu yang telah menanamkan dalam diri putrinya rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sang Ibu yang telah membentuk anaknya dengan bentuk yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sang Ibu yang telah mengajarkan sipat dan sikap taat secara totalitas kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sang Ibu yang telah menggembleng anaknya supaya tetap tegar dan kokoh di atas jalan kebenaran.

Perlu diingat, sanga Gadis dan ibunya Tidak Hidup pada zaman Rasul, zamannya Sahabat, ataupun pada zaman Tabi’in. Sesungguhnya ia hidup pada zaman modern, zaman sekarang.

Adalah sesuatu yang langka lagi Istimewa, pada zaman sekarang ini ada seorang gadis yang bertakwa lagi berani untuk memperjuangkan kebenaran serta tidak takut akan makian dan ejekan orang-orang. Wanita seperti itu bak Berlian diantara Bebatuan. Dan tentu semua kita faham bahwa batu Berlian nilainya berjuta-juta kali lipat dari batu biasa. Maka,  
Carilah atau jadilah batu berlian... !












ISTRI BUKAN BIDADARI, TAPI AKU PUN BUKAN MALAIKAT
 Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.

Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi bahtera rumah tangga?
Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?

Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”

Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda: “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.

Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika, lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.

Bukankah demikian, Saudaraku?

Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.

Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.
Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.

Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh, pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran indah.

Bukankah demikian, Saudaraku?

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih didahulukan.”

Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr. Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)

Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?

Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.
Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.

عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ

Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!

Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)

Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.

Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik rupawan.

Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan hati Anda, karena ternyata istri Anda subur sehingga Anda mendapatkan karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi mandul.
Demikianlah seterusnya.

Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam membaca kelebihan pasangan Anda.
Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ:  قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ

“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’”
(Muttafaqun ‘alaihi)

Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka, senantiasa berada di sanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.

Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)

Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?

Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,

الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ

“Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ

“Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan. Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, (tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)

Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak kelebihan.

Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا

“Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)

Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.
Selamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.

Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain sebagainya.
Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah demikian, Saudariku?

Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan hidup Anda?

Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.

Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.

Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta, maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung jawab.

Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.

Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam urusan luar rumah.

Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta. Ternyata, selama ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.
Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga bersamanya.

Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.

Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ، قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka yang selalu kufur/ingkar.” Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)

Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?
Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda. Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada Anda.

Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya, niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)

Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?

KUNCI KEBAHAGIAN RUMAH TANGGA

Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan untuk Anda berdua.
Anda berhasil menemukannya?

Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada firman Allah berikut,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)

Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.

Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi ayat ini dalam rumah tangganya. Pada suatu hari, beliau berkata, “Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’
Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)

Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda berdandan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan untuk orang lain?

Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga. Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, 

كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)

Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua kelompok.

Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang membantu pekerjaan istri. Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.
Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah, begitu kental dalam rumah tangga mereka.

Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.

Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.
Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?
Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab
Penulis: Ustadz Arifin Badri, Lc., M.A.
catatan kaki:
[1] Para ulama pensyarah hadits menjelaskan bahwa bubur daging adalah makanan paling istimewa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih-lebih bubur daging mudah pembuatannya dan selanjutnya mudah pula menelannya


SEMOGA BERMANFAAT
Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang muslim, sebab iman menentukan nasib seorang didunia dan akhirat. Bahkan kebaikan dunia dan akhirat bersandar kepada iman yang benar. Dengan iman seorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat dan keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah. Dengan iman seorang akan mendapatkan pahala besar yang menjadi sebab masuk ke dalam syurga dan selamat dari neraka. Lebih dari itu semua, mendapatkan keridhaan Allah yang maha kuasa sehingga Dia tidak akan murka kepadanya dan dapat merasakan kelezatan melihat wajah Allah di akhirat nanti. Dengan demikian permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua.

Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menuturkan:

Hasil usaha jiwa dan kalbu yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian didunia dan akhirat adalah ilmu dan iman, oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala menggabung keduanya dalam firman-Nya yang artinya:

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit.” (Qs. Ar-Ruum: 30/56)

Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujaadilah: 58/11)

Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakikat ilmu dan iman ini, sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada diatas iman dan ilmu (yang benar) adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau serta orang-orang yang mengikuti mereka diatas manhaj dan petunjuk mereka….” (al-Fawaaid hal. 191)

Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman didapatkan demikian anyaknya kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh banyak dikalangan kaum muslimin ketika berbuat dosa yang menyatakan: “Yang penting kan hatinya.” Ini semua tentunya membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar tersebut.

                         Makna Iman

Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan tashdiq (membenarkan); thuma’ninah (ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

“Telah diketahui bahwa iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata-mata tashdiq (membenarkan). Dan iqrar (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyad (ketundukan hati)”.(1)

Dengan demikian, iman adalah iqrar (pengakuan) hati yang mencakup:
  1. Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita.
  2. Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan kepada terhadap semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah wal jama’ah adalah ad-din (agama/amalan) dan al-iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan.”(2)

                  Dalil Bagian-Bagian Iman

Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal jama’ah mencakup lima perkara, yaitu perkataan hati, perkataan lisan, perbuatan hati, perbuatan lisan dan perbuatan anggota badan.

Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya adalah sebagai berikut :

1.  Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Qs. Al-Hujurat/49:15)

2.  Perkataanlisan , yaitu mengucapkan syahadat La ilaaha illallah dan syahadat Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain tersebut. Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah.” (HR. al-Bukhâri, no: 25, dari `Abdullâh bin Umar radhiallahu ‘anhu)
Pada hadits lain disebutkan dengan lafazh :
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّه

“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ‘La ilaaha illallah’.” (HR. al-Bukhâri, no: 392, dari Anas bin Mâlik rahimahullah)

1.  Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, mencintai apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, rajaa’ (berharap rahmat/ampunan Allah subhanahu wa ta’ala), takut kepada siksa Allah subhanahu wa ta’ala, ketundukan hati kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal.” (Qs. Al-Anfâl/8:2)

Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan hati termasuk iman.

2.  Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (Qs. Al-Kahfi/18:27)
Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan lisan termasuk iman.

3.  Perbuatan anggota badan.Yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan. Seperti: berdiri shalat, rukuu’, sujud, haji, puasa, jihad, membuang barang mengganggu dari jalan, dan lain-lain. Allah berfirman yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. al-Hajj/22:77)
                      Rukun-Rukun Iman

Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan rukun-rukun (tiang; tonggak) iman. Ahlus sunnah wal jamâ’ah meyakini bahwa rukun iman ada enam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada permulaan kitab beliau, Aqidah al-Wasithiyah, “Ini adalah aqidah Firqah an-Nâjiyah al-Manshurah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari kiamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk”.(3)

Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada malaikat Jibrîl, ketika menjelaskan tentang iman:

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.” (HR. al-Bukhâri, no.50; Muslim, no. 9)

Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin, barangsiapa mengingkari salah satunya, maka dia kafir! Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs rahimahullah berkata:

“Enam perkara ini adalah rukun-rukun iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia beriman kepada semuanya dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan Sunnah. Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk yang tidak benar, maka dia telah kafir.”(4)

           Iman Bertambah dan Berkurang

Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah yang menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih semurna imannya dari yang lainnya, ada diantara mereka yang disebut assaabiq bil khoiraat, al-Muqtashid dan zhalim linafsihi. Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat dan iman itu bisa bertambah dan berkurang.

Diantara dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya adalah :
1. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya :

“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung.” (Qs. ali-Imran: 3/173)

Para ulama ahlussunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah apakah iman itu bertambah atau berkurang, beliau rahimahullah menjawab :

“Tidakkah kalian mendengar firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka.” (Qs. ali-Imran: 3/173)

Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Qs. al-Kahfi: 19/13) dalam beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya: “Bagaimana berkurang?” Beliau menjawab: “Tidak ada sesuatu yang bisa bertambah kecuali ia juga bisa berkurang.”(5)

1. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (Qs. Maryam: 19/76)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan : Terdapat dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf ash-Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (Qs. al-Mudatstsir:74/31) dan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya).” (Qs. Al-Anfaal: 8/2)

Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan kalbu dan lisan, amalan kalbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. (6)

2.  Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata: Abu Abdillah (imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau t menjawab: berkurangnya iman ada pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin. (7)
1.  Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan: “Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah. Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu imam at-Tirmidzi memuat bab dalam Sunannya: “Bab Peyempurnaan Iman, pertambahan dan pegurangannya.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam mensyarah hadits ini menyatakan :

“Ini jelas sekali menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan syariat dan cabang-cabang iman serta amaln hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Sudah dimaklumi bersama bahwa manusia sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. Siapa yang berpendapat iman itu tidak bertambah dan berkurang maka telah menyelisihi realita yang nyata disamping menyelisihi nash-nash syariat sebagaimana telah diketahui.” (8)

Sedangkan pendapat dan atsar as-Salaf ash-Shaalih sangat banyak sekali dalam menetapkan keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, diantaranya :

a. Dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya :
Satu ketika Khalifah ar-Rasyid Umar bin al-Khathaab radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada para sahabatnya :
هَلُمُّوْا نَزْدَادُ إِيْمَانًا
“Marilah kita menambah iman kita.”(9)
Sahabat Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari radhiallahu ‘anhu berkata :
الإِيْمِانُ يَزْدَادُ وَ يَنْقُصُ
“Iman itu bertambah dan berkurang.”(10)
b. Dari kalangan Tabi’in, diantaranya :
Abu al-Hajjaaj Mujaahid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan :

الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ

“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”(11)
Abu Syibl ‘Al-qamah bin Qais an-Nakhaa’i (wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada para sahabatnya :

امْشُوْا بِنَا نَزْدَدُ إِيْمَانًا

“Berangkat kita menambah iman.”(12)

a. Kalangan tabi’ut Tabi’in, diantaranya :
Abdurrahman bin ‘Amru al-‘Auzaa’i (wafat tahun 157 H) menyatakan :

الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الإِيْمِانَ لاَ يَزِيْدُ وَ لاَ يَنْقُصُ فَاحْذَرُوْه فَإِنَّهُ مُبْتَدِعٌ

“Iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang. Siapa yang menyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.”(13)
Beliau juga ditanya tentang iman apakah akan bertambah? Beliau menjawab: Iya hingga menjadi seperti gunung. Beliau ditanya lagi: “Apakah akan berkurang?” Beliau radhiallahu ‘anhu menjawab: Ia hingga tidak sisa sedikitpun darinya.”(14)
b. Imam Fikih yang empat (Aimmah arba’ah), diantaranya :
Muhammad bin Idris asy-Syaafi’I rahimahullah menyatakan :
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ

“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”(15)
Ahmad bin Hambal rahimahullah menyatakan :

“Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Pertambahannya dalam amal dan berkurangnya dengan tidak beramal, karena perkataan adalah yang mengakuinya.”(16)
Demikianlah pernyataan dan pendapat para ulama ahlus sunnah seluruhnya, sebagaimana dijelaskan syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam pernyataan beliau :

“Para as-Salaf telah berijma’ bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”
Sebab-Sebab Bertambah dan Berkurangnya Iman
Setelah mengetahui iman itu bertambah dan berkurang, maka mengenal sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah sepantasnya seorang muslim mengenal kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk menjauhkan diri dari lawannya yang menjadi sebab berkurangnya iman sehingga dapat menjaga diri dan selamat di dunia dan akhirat.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa seorang hamba yang mendapatkan taufiq dari Allah subhanahu wa ta’ala selalu berusaha melakukan dua perkara :
  1. Merealisasikan iman dan canag-cabangnya dan menerapkannya baik secara ilmu dan amal secara bersama.
  2. Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari fitnah-fitnah yang Nampak dan yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari awal dan mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha serta mengetahui satu perkara sebelum hilang.(17)
Mewujudkan iman dan mengokohkannya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab bertambahnya iman dan melaksanakannya. Sedangkan berusaha menolak semua yang menghapus dan menentangnya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab berkurangnya iman dan berhati-hati dari terjerumus padanya.
Diantara sebab-sebab bertambahnya iman yang disampaikan para ulama adalah :
1. Belajar ilmu yang manfaat yang bersumber dari al-Qur`an dan as-Sunnah.
Hal ini menjadi sebab pertambahan iman yang terpenting dan bermanfaat, karena ilmu menjadi sarana beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mewujudkan tauhid dengan benar dan pas. 

Pertambahan iman yang didapatkan dari ilmu bias terjadi dari beraneka ragam sisi, di antaranya :

a. Sisi keluarnya ahli ilmu dalam mencari ilmu.
b. Duduknya mereka dalam halaqah ilmu.
c. Mudzakarah (diskusi) diantara mereka dalam masalah ilmu.
d. Penambahan pengetahuan terhadap Allah dan syariat-Nya.
e. Penerapan ilmu yang telah mereka pelajari.
f. Tambahan pahala dari orang yang belajar dari mereka.

2. Merenungi ayat-ayat Allah kauniyah. Merenungi dan meneliti keadaan dan keberadaan makhluk-makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang beraneka ragam dan menakjubkan merupakan faktor pendorong yang sangat kuat untuk beriman dan mengokohkan iman.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menyatakan :

“Diantara sebab dan faktor pendorong keimanan adalah tafakur kepada alam semesta berupa penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhuk penghuninya dan meneliti diri manusia itu sendiri beserta sifat-sifat yang dimiliki. Ini semua adalah faktor pendorong yang kuat untuk iman”.(18)

1. Berusaha sungguh-sungguh melaksanakan amalan shalih dengan ikhlas, memperbanyak dan mensinambungkannya. Hal ini karena semua amalan syariat yang dilaksanakan dengan ikhlas akan menambah iman, sebab iman bertambah dengan pertambahan amalan ketaatan dan banyaknya ibadah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah menuturkan :

“Bahwa diantara sebab pertambahan iman adalah melakukan ketaatan, sebab iman akan bertambah sesuai dengan bagusnya pelaksanaan, jenis amalan dan banyaknya. Semakin baik amalan semakin besar penambahan iman dan bagusnya pelasanaan ada dengan sebab ikhlas dan mutaba’ah (nyontoh Nabi). Sedangkan jenis amalan, maka yang wajib lebih utama dari yang sunnah dan sebagian amal ketaatan lebih ditekankan dan utama dari yang lainnya. Semakin lebih utama ketaatan tersebut maka semakin besar juga penambahan imannya. Adapun banyak (kwantitas) amalan, maka akan menambah keimanan, sebab amalan termasuk bagian iman, sehingga pasti iman bertambah dengan bertambahnya amalan.”(19)
Sedangkan sebab-sebab berkurangnya iman ada yang berasal dari dalam diri manusia sendiri (intern) yang berupa faktor luar (ekstern).

Diantara faktor internal manusia sendiri yang memiliki pengaruh besar dalam melemahkan iman adalah :
  1. Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar dari pengurangan iman, sebagaimana ilmu adalah sebab terbesar pertambahan iman.
  2. Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah salah satu sebab penting berkurangnya iman.
  3. Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan dan memiliki pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah subhanahu wa ta’ala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah subhanahu wa ta’ala mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan ibnu al-Qayyim rahimahullah dalam ungkapan beliau: “Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun berderajat-derajat”.(20)
  4. Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammarat bissu’). Inilah nafsu yang ada pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan kebinasaan, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf:13/53)

Nafsu ini menyeret manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga wajib bagi kita berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala darinya dan berusaha bermuhasabah sebelum beramal dan setelahnya.
Sedangkan diantara faktor eksternal adalah :
  1. Syaitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal yang mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
  2. Dunia dan fitnahnya. Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman, sebab sebesar semangat manusia memiliki dunia dan keridhaannya terhadap dunia maka semakin memberatkan dirinya berbuat ketaatan dan mencari kebahagian akhirat, sebagaiman dituturkan imam ibnu al-Qayyim.
  3. Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang sangat berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang itu berada diatas agama kekasihnya, maka hendaknya salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya.” (21)

Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.
Wabillahittaufiq.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Footnes:
(1) Majmû’ Fatâwa 7/638
(2) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 231, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
(3) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 60-61, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
(4) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 61-62, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
(5) Diriwayatkan kisah ini oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(6) Tafsir as-Sa’di 5/33
(7) Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045
(8) At-Taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 14
(9) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al- Mushannaf 11/26 dengan sanad shahih
(10) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/314
(11) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/335
(12) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 11/25 dan dinilai hasan oleh al-Albani dalam komentar beliau terhadap kitab al-Iman karya ibnu Abi Syaibah
(13) Diriwayatkan al-Aajuuri dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(14) Diriwayatkan al-Laalakai dalam Ushul I’tiqaad 5/959
(15) Diriwayatkan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 10/115
(16) Diriwayatkan al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah 2/678
(17) At-taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 38
(18) Ibid hlm 31
(19) Fathu rabbi al-Bariyah hlm 65
(20) Ighaatsatu al-Lahafaan 2/142
(21) HR at-Tirmidzi 4/589 dan dinilai hasan oleh iman al-Albani




 
                                                SEMOGA BERMANFAAT

 GADIS YANG TAK MENCURI HATIKU

Segala puji hanya milik Allah -Subhanahu wa ta`ala- semata. 
Sholawat dan salam atas seorang nabi yang tiada nabi sesudahnya. Amma ba’du.

Siapakah aku, sehingga diriku pantas diperebutkan? 
Aku adalah kehormatan. 
Aku adalah kecemburuan yang bersemayam di dada 
setiap muslim yang beriman kepada Allah Ta'ala.
Aku adalah akal yang sehat, 
aku adalah hukum-hukum syariat. 
Aku adalah kemuliaan. 
Aku adalah rasa malu. 
Aku adalah kesucian. 
Aku adalah kebaikan, 
dan aku adalah kehidupan yang bahagia.

Setelah aku perkenalkan kepada kalian siapakah sebenarnya diriku ini? Maka aku merasa perlu untuk memperkenalkan kepada kalian, siapakah gadis yang tidak menarik hatiku, yang tidak akan pernah merenggut cintaku.

Dia adalah gadis yang tidak tahu arah dan tersesat jalan; gadis yang tidak punya adab, akhlaq dan kepribadian. Aku katakan kepada kalian, kenapa hatiku tidak terpikat dan tidak tertarik? Karena dia telah menanggalkan rasa malu dan mencampakkannya. Karena dia telah melepaskan diri dari Islam, dan menggantinya dengan gaya hidup wanita-wanita barat yang durhaka.

Dia mengira kecantikan adalah segalanya! Tapi, sesungguhnya kecantikan itu bukanlah seperti yang dibayangkan oleh wanita yang hina lagi terperdaya ini. Kecantikan itu adalah kecantikan ilmu, adab, dan pribadi.

Siapapun yang berjalan dalam gelimang narkotika dan jarum suntik yang najis itu, 
maka dia adalah seburuk-buruk manusia, di hadapan orang yang tidak silau akan penampilan.

Gadis itu tidak menyadari, bahwa kesombongan akan kecantikan dan hartanya,
justru akan menjerumuskannya dalam kebinasaan abadi di dalam neraka.

Sebenarnya, wanita jalang yang hanya diperebutkan laki-laki hidung belang itu, tidak lagi bisa terpagari oleh agama, kehormatan dan rasa malu yang dimilikinya. 
Dia, wanita yang telah mencampakkan kerudung kehormatan dan jilbab kesucian.
Dia, tidak pernah berpikir tentang kehidupan di dalam kubur dan siksaannya. Allah telah berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَاباً
“Sesungguhnya mereka tidak mengharapkan hitungan.” (QS. an-Naba’ : 27).

Dia tidak lagi memiliki sekelumit niat atau sisa-sisa semangat untuk meneladani wanita wanita shalihah, berbakti kepada Islam, dan mengharap surga Allah -Subhanahu wa ta`ala- yang luasnya seluas langit dan bumi.

Yang ada dalam benaknya hanyalah apa yang dipakai oleh artis fulan dan fulan? Film-film yang diperankan oleh artis-artis Prancis, Hongkong, Hollywood, dan Bollywood?
Demi Allah Pemilik Ka’bah, alangkah ruginya wanita yang malang ini. Padahal Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda :

« صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَارِ لَمْ أَرَهُمَا قَطُّ: نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ، مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ .. »
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah sama sekali kulihat; 
wanita-wanita yang mengenakan pakaian tapi telanjang, 
dan wanita-wanita yang gampang tergoda dan suka menggoda.”

Alangkah ruginya dia. Ketika di dunia, dia menjadi bahan cemoohan di antara saudara dan keluarga. Sementara di akhirat, siksa pedih akan menimpanya.

Betapa lemah akalnya. Dia tidak pernah mau mendengar nasihat dan peringatan orang-orang yang menyayanginya dan yang mengkhawatirkannya dari neraka yang bahan bakarnya manusia.

Yang lebih naif, dalam pandangannya,orang-orang yang selalu mengingatkannya adalah orang-orang yang terbelakang, tidak mengerti peradaban, serta tidak memahami hakekat kehidupan.
Maha benar Allah Yang Maha Agung ketika Dia berfirman :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ

“Apakah engkau mengira terhadap orang yang menjadikan sesembahan hawa nafsunya dan Allah telah menyesatkannya berada diatas ilmu sedangkan Allah telah menutup pendengarannya dan hatinya dan telah menjadikan atas penglihatan mereka tertutup, maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah.” (QS. al-Jatsiyah : 23).

Ya, gadis ini telah menjadi budak hawa nafsunya.
Angan-angannya telah menipunya.
Berapa kalipun engkau ingatkan dan engkau nasehati, tetap saja dia enggan mendengar. 
Dia akan terus berjalan dalam kubangan lumpur dan kegelapan. 
Ucapan orang-orang yang mengingatkanya tidak mampu lagi menyelamatkannya untuk tidak terperosok ke dalam neraka Hawiyah

Waktu terus berjalan, dan dia tetap dalam lalai dan sesat.
Dia lupa, bahwasanya setiap hari yang berlalu adalah pengurangan dari umurnya, dan setiap jam yang berputar, selalu membuatnya semakin dekat kepada kuburan yang sudah menantinya.

Dia benar-benar telah menjadi musuh bagi dirinya, agamanya, dan masyarakatnya. 
Dengan tanpa rasa malu, dia selalu membual di depan kawan-kawannya, bercerita tentang masalah-masalah yang tidak pantas, yang siapapun pasti akan merasa malu untuk menceritakannya. 
Semua itu dia dapatkan dari media audio visual, cetak dan elektronika. 
Bahkan dia mengajak teman-temannya untuk meniru tingkah lakunya.

Maka, sudah pantas kalau dia di kemudian hari akan mendapatkan dosanya dan dosa setiap orang yang mengikutinya.
Betapa ruginya wanita ini…..!!!!

Umurnya hilang, perbuatannya sesat, sedang maut setiap hari memanggilnya.
Bisa jadi, dia berhasil meraih ijazah kesarjanaan. 
Akan tetapi ijazah ini justru akan menambah beban yang memberatkannya, dan bukan menjadi keberuntungan yang membahagiakannya.

Betapa hina dan tertipunya gadis ini. 
Dia tenggelam dalam lautan angan-angan, dan binasa dalam samudera asa.
Padahal kematian adalah sangat dekat. Lebih dekat dari tali sandalnya.
Dia suka dengan jalan-jalan di pasar-pasar dan dan tempat hiburan, tanpa memperhatikan aturan Allah -Subhanahu wa ta`ala- untuk dirinya.

Dia biasa tidur amat nyenyak tanpa ingat kewajiban. 
Dia tidak pernah sadar akan adzab Allah yang telah menantinya. 
Dia bisa tertawa riang bersama teman-temannya, padahal Rabb-nya Yang Maha Suci memurkainya.
Dia tidak pernah ingat tempat tinggalnya yang sempit dan gelap di kuburan kelak, padahal dia pasti akan dibaringkan di dalamnya.

Dia tidak suka jika ada orang yang bicara soal kematian, karena akan mengganggu kelezatannya dalam menikmati hal-hal yang haram.
Dia berusaha menipu dirinya sendiri hingga ajal menyerangnya.
Sehingga, pantaslah jika kelak dia akan menjadi diantara orang orang yang berkata, “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal kebajikan) untuk hidupku ini” (QS. al-Fajr : 24) 
“Betapa sangat menyesalnya aku atas kelalaianku dalam (melakukan kewajiban) terhadap Allah
.” (QS. az-Zumar : 56).

Maka jika maut telah mendekat, engkau akan melihat tangis dan air mata, ketika ditampakkan di hadapannya rekaman kehidupannya yang hitam dan kotor.
Dia telah memperdaya banyak pemuda, dengan dandanan, perhiasan dan suaranya yang nakal. 
Dia mengkhianati kedua orang tuanya dan membuat murka tuhannya.
Kelak, ketika sudah berada di depan pintu gerbang akhirat, dia akan mengiba, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku mengerjakan amal sholeh terhadap apa yang telah aku tinggalkan
” (QS. al-Mukminun : 99_100).

Aku ingatkan kepada gadis itu, “Ketahuilah, bahwasanya kuburmu sekarang sudah menunggumu. 
Kubur itu, untuk dirinya, bisa berwujud sebuah taman diantara taman-taman di surga, tapi juga bisa berubah menjadi lubang diantara lubang-lubang neraka.
Jika engkau berada di dalam yang pertama, maka berbahagialah dan bergembiralah. 
Tapi, jika engkau berada di dalam yang kedua, betapa celaka dan ruginya dirimu.

Demi Allah, tidakkah engkau duduk merenung sejenak?
Di manakah tempat kembalimu, di antara kedua lubang tersebut?
Kuburan manakah yang menjadi balasan bagimu ?
Hai gadis yang bimbang, tidakkah engkau ingat seorang teman wanitamu, yang telah telah dicabut nyawanya oleh Allah?
Tidak pernahkah engkau membayangkan, temanmu itu berkata bahwa dia akan beramal soleh seandainya diberi kesempatan untuk kembali hidup didunia? 
Dan tidakkah engkau berpikir dan bertanya pada dirimu :
Kenapa maut telah menjemputnya, sementara dirimu di biarkan hidup ? 
Bisa jadi, ini merupakan suatu rahmat Allah -Subhanahu wa ta`ala- bagimu, 
Dia ingin mengingatkanmu dan memberi kesempatan padamu.
Maka sudah sepantasnya, jika orang yang mau mendengar nasehat orang lain diberi predikat sebagai orang yang berakal.

Jika engkau sudah mulai tertarik dengan ampunan Allah dan rahmatNya, maka ingatlah sebuah ayat yang sering dibaca Abu Hanifah rahimahullah, ketika dia sholat tahajjud di akhir malam.
Dia sering tidak mampu menyelesaikan bacaannya karena menangis dan takut akan termasuk di antara mereka.
Padahal, beliau dikenal sebagai seorang ulama yang amat bertakwa dan zuhud. Ayat itu adalah firman Allah, “Dan tampak bagi mereka dari Allah atas apa yang mereka tidak mengiranya.” (QS. az-Zumar : 47). 

Sementara dirimu telah menumpuk amalan-amalan buruk dan engkau merasa aman dari siksa Allah. Ini merupakan puncak kerugian.

Hasan al-Bashri berkata, “Sesungguhnya ada suatu kaum, sesembahan mereka berupa angan-angan akan mendapatkan ampunan Allah dengan mudah, sehingga ketika keluar dari dunia, dia tidak mempunyai amal kebaikan sama sekali.
Salah seorang dari mereka berkata, “Sesungguhnya aku berprasangka baik kepada Rabku”, padahal dia dusta. Seandainya berprasangka baik, pasti dia akan memperbaiki amalannya.”
Kemudian beliau membaca ayat, yang artinya,
“Dan tlah tampak bagi mereka dari Allah,apa yang tidak mereka sangka sangka.(QS. az-Zumar : 47).

Wahai saudariku, wahai orang yang telah mendholimi dirinya sendiri, janganlah engkau tertipu oleh wanita-wanita jalang yang durhaka, atau oleh orang-orang yang seperti mereka. 
Orang-orang seperti mereka selalu hidup dalam ancaman bahaya, dan bukan dalam kemajuan.
Karena, sesungguhnya wanita-wanita kafir itu tidak lebih dari apa yang Allah -Subhanahu wa ta`ala- firmankan, “Tidaklah mereka kecuali seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat dari jalan kebenaran.” (QS. al-Furqon : 44).

Kemudian perhatikanlah tempat kembali mereka setelah itu, “Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, siksa neraka jahanam kalian kepadanya akan mendatangi.” (QS. al-Anbiya : 98). Allah -Subhanahu wa ta`ala- telah berfirman untuk mengingatkan kita dan kaum muslimin, 
“Dan orang orang yang kafir, mereka bersenang senang dan mereka makan seperti binatang maka neraka adalah tempat kembali bagi mereka.” (QS. Muhammad : 12).

Apakah engkau ingin seperti mereka? Kulitmu akan merinding dan bulu kudukmu berdiri. 
Kemudian, engkau akan berteriak sekeras kerasnya, “Aku berlindung kepada Allah”. 
Maka, sesudah itu aku berharap kamu akan berkata: “Aku mohon ampunanMu, ya Rabbi”.

Wahai saudariku, maafkan aku jika terlalu keras dalam mengingatkanmu.
Sesungguhnya ini adalah jeritan sayang, nasihat cinta kasih, teriakan cemburu. 
Aku telah menulisnya dengan air mataku, agar engkau membuka telingamu, dan engkau mengikuti hati nuranimu serta agar pikiranmu kembali sadar. 
Ini adalah peringatan bagi orang yang memiliki hati dan pendengaran.

Aku memohon kepada Allah, semoga Allah menjadikan pandanganmu sebagai ibroh (pelajaran), diammu sebagai perenungan, dan ucapanmu sebagai dzikir. 
Dan semoga Dia menjadikan dirimu sebagai hambaNya yang mendapat petunjuk dan mampu memberi petunjuk, hidup bahagia, mati syahid, dan dikumpulkan bersama Aisyah dan Fatimah serta Khadijah Radiallahuanhunn. 
Bersama wanita wanita yang telah mendapat 
 limpahan nikmat Allah, yang berupa nasihat, dakwah kepada Allah serta ikhlas terhadap agama ini. AmiN.

                          99 LANGKAH MENUJU KESEMPURNAAN IMAN
































SEMOGA BERMANFAAT

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambitious akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do’a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahawa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman dan pendiriannya;
67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjadi terganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan merusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang

“Sebarkanlah walau satu ayat pun” (Sabda Rasulullah SAW) “Nescaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Surah Al-Ahzab:71
                         

                                                                             !!! ... SEMOGA BERMANFAAT...!!!

 KEUTAMAAN JIHAD

Keutamaan jihad sangat banyak sekali, diantaranya adalah:

1. Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah.

2. Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi.

3. Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama’ah haji.

4. Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid).

5. Jihad adalah jalan menuju surga.

6. Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki.

7. Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus.

8. Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti antara langit dan bumi.

9.
Surga di bawah naungan pedang.

10. Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan:
 (1) Diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama,
(2) dapat melihat tempatnya di Surga,
(3) akan dilindungi dari adzab kubur,
(4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari kiamat,
(5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, dan
(6) dapat memberikan syafa’at kepada 70 anggota keluarganya.

11. Orang yang berjihad di jalan Allah itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.

12. Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/lentera) yang berada di Surga.

13. Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya, kecuali hutang.

      TUJUAN DISYARIATKANNYA JIHAD

Jihad memerangi musuh Islam tujuannya agar agama Allah tegak di muka bumi, bukan sekedar membunuh mereka.
Allah Al ‘Aziiz berfirman (yang artinya):

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah saja. Jika mereka berhenti (dari memerangi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” (Al Baqarah: 193).

Ibnu Jarir ath Thabari Rohimahullah berkata :

“Perangilah mereka sehingga tidak terjadi lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada penyembahan kepada berhala, kemusyrikan dan ilah-ilah lain........................ Sehingga, ibadah dan ketaatan hanya ditujukan kepada Allah saja tidak kepada yang lain.”................................. (Tafsiiruth Thabari..................................... (II/200).


Rosulullah saw bersabda :

Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah …
” (HR. Al Bukhari no. 25 dan Muslim no. 22 dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma).


Jadi, jihad disyariatkan agar agama Allah tegak di muka bumi. Karena itu sebelum dimulai peperangan diperintahkan untuk berdakwah kepada orang-orang kafir agar mereka masuk Islam. (Muhimmatul Jihad oleh ‘Abdul Aziz bin Rais ar Rais)


                                       SYAIR-SYAIR JIHAD



   !!!....SEMOGA MERMANFAAT....!!!

Apa untuk Jihad di Sana Ada yang Mencari Jalan ?

Bagi setiap musibah ada penghibur yang meringankannya
Tapi bagi yang menimpa Islam tiada penghiburnya
Sampai semua mihrob menangis padahal ia benda mati
Bahkan seluruh mimbar merintih sedangkan ia kayu jati
Seorang `Abid yang tunduk kepada Alloh lagi penuh kekhusyu`an
Sedang air mata dari kedua pipinya bercucuran
Kini masjid-masjid telah menjadi gereja di waktu maghrib
Tidak ada di dalamnya selain lonceng dan kayu salib
Itulah musibah melupakan apa yang telah berlalu...

Wahai para penunggang kuda yang kurus kelelahan
Seolah ia burung penyambar dalam bidang pacuan
Wahai para penyandang pedang India yang tajam
Seolah ia bara api di kegelapan malam yang kelam
Wahai orang-orang bercengkrama di belakang sungai karena gembira
Di negerinya mereka memiliki kejayaan dan kuasa…

Apa kalian telah mengetahui berita tentang Islam sekarang
Sungguh para pengendara telah berjalan dengan berita mereka
Sungguh banyak para tokoh meminta bantuan
Sedang mereka tawanan dan terbunuh
Namun tidak bergeming satupun manusia
Kenapa saling memutus dalam Islam di antara kalian
Sedang kalian wahai hamba-hamba Alloh adalah Saudara
Apa tidak ada jiwa-jiwa besar yang memiliki cita-cita
Apa terhadap kebaikan ini ada penolong dan pembela…

Hai orang-orang yang untuk membela suatu kaum telah terpecah banyak golongan
Yang karenanya mereka diserang kekafiran dan kedurjanaan
Kemarin mereka raja-raja di istana mereka
Sekarang dalam belenggu kekafiran mereka menjadi sahaya
Andai engkau melihat mereka bingung tiada penunjuk jalan
Berbagai pakaian kehinaan mereka telah rasakan
Andai engkau lihat tangisan mereka saat diperjual-belikan
Tentu engkau terperangah dan diliputi kepedihan…

Ya Robb, bayi dan sang ibu telah dipisahkan
Sebagaimana ruh telah dijauhkan dari badan
Sang puteri yang tak pernah dilihat matahari dengan terbuka
Seolah ia berlian dan batu permata
Kini digiring si bule sebagai budak seraya dihinakan
Matanya menangis dan hati penuh keheranan
Untuk seperti ini hati luluh karena kesedihan
Andai di hati ini ada Islam dan keimanan
Apa untuk Jihad disana ada yang mencari jalan…

Sungguh surga peristirahatan telah penuh dengan hiasan
Bidadari dan para pelayan telah menengok dari kamar-kamar
Mendapatkan kebaikan ini demi Alloh mereka para pendekar
Kemudian sholawat kepada Al-Mukhtar dari Alloh semoga di limpahkan
Sepanjang angin berhembus dan berguncang dahan pepohonan…

  HANTARKAN AKU KESANA
Gejolak yang membuncah memenuhi dada ini…
Bersama asa yang rindu mendalam…
Dari hamba yang berlumur dosa dan kealpaan…
Berharap dapat bersua dengan-Mu…
Wahai Rabbul`alamiin…
Dengan taubat ku berharap…
Kuatkan jiwa ini mendatanginya…
Kokohkan langkah kaki ini menempuhnya…
Azzamkan niat ini dalam mencapainya…
Ikhlaskan hati ini menjalaninya…
Aku rindu…aku rindu…aku rindu…
Rindu berjumpa dengan-Mu dalam SYAHADAH…
Rindu bersua dengan-Mu dalam IMAN…
Rindu bersama-Mu dalam TAUHID…
Rindu indahnya hidup dalam naungan ridha-Mu…
Syari`at ISLAM…Daulah ISLAM…Khilafah ISLAM
Duhai Alloh yang tiada sekutu bagi-Mu…
Hantarkanlah kerinduanku ini…
Mudahkanlah…
Lapangkanlah…
Tuk raih cita-cita

KEMULIAAN HIDUP DALAM ISLAM, KESYAHIDAN DALAM PERJUANGAN

Aku berharap termasuk yang Kau hantarkan….
Ridhai dan kabulkanlah…
Amien ya Alloh, ya Rabbal`alamiin…
Mujahidah dari Bumi Jihad
Aku Wanita Mujahidah Sejati…
Yang tercipta dari tulang rusuk lelaki yang berjihad..
Bilakah khan datang seorang peminang menghampiriku mengajak tuk berjihad..
Kelak ku akan pergi mendampinginya di bumi Jihad..
Aku selalu siap dengan semua syarat yang diajukannya..
cinta Allah, Rasul dan Jihad Fisabilillah
Aku rela berkelana mengembara dengannya lindungi Dienullah
Ikhlas menyebarkan dakwah ke penjuru bumi Allah
Tak mungkin ku pilih dirimu.. .bila dunia lebih kau damba…
Terlupa kampung halaman, sanak saudara bahkan harta yang terpendam..
Hidup terasing apa adanya.. asalkan di akhirat bahagia…
Bila aku setuju dan kaupun tidak meragukanku…
Bulat tekadku untuk menemanimu…
Aku Wanita mujahidah pilihan…
Yang mengalir di nadiku darah lelaki yang berjihad…
Bilakah khan datang menghampiriku seorang peminang yang penuh ketawadhu`an…
Kelak bersamanya kuarungi bahtera lautan jihad… 

Andai tak siap bisa kau pilih...
Agar kelak batin, jiwa dan ragamu tak terusik,
terbebani dengan segala kemanjaanku, kegundahanku, kegelisahanku…
terlebih keluh kesahku…
Tak mungkin aku memilihmu…
bila yang fana lebih kau cinta…
Lupa akan kemilau dunia dan remangnya lampu kota…
lezatnya makanan dan lajunya makar durjana…
Sebab meninggalkan dakwah karena lebih mencintaimu…
dan menanggalkan pakaian taqwaku karena laranganmu…
Meniti jalan panjang di medan jihad…
Yang ada hanya darah dan airmata tertumpah…
serta debu yang beterbangan,
keringat luka dan kesyahidan pun terulang…
Jika masih ada ragu tertancap dihatimu…
Teguhkan `azzam`ku tuk lupa akan dirimu…
Aku wanita dari bumi Jihad…
Dengan sekeranjang semangat berangkat ke padang jihad…
Persiapkan bekal diri menanti pendamping hati, pelepas lelah serta kejenuhan…
tepiskan semua mimpi yang tak berarti…
Adakah yang siap mendamaikan Hati ??
Karena tak mungkin kulanjutkan perjalanan ini sendiri…
tanpa peneguh langkah kaki.. pendamping perjuangan…
Yang melepasku dengan selaksa do`a…
meraih syahid… tujuan utama…
Robbi… terdengar panggilanMu tuk meniti jalan ridhoMu…
Kuharapkan penolong dari hambaMu… menemani perjalanan ini…

Aku...Aku...Aku...!!!

Apa gerangan yang dilakukan musuh pada diriku
Aku, sungguh surgaku ada di hatiku
Dan taman-taman yang indah ada di dadaku
Ia selalu terus ada tetap bersamaku
Dan selalu ikut kemana saja kepergianku
Tak seorangpun bisa merampasnya dariku
Aku, andai mereka sampai membunuhku
Maka itulah waktu khalwat bersama Tuhanku
Dan jika mereka berani membunuhku
Sungguh, itulah bentuk kesyahidan bagiku
Dan merekapun akan segera menyusul kepergianku
Dan jikalau mereka dari negeri ini mengugusurku
Maka ku anggap itulah bentuk wisataku
Aku adalah aku yang mengerti benar jalan hidupku
Aku takkan pernah peduli dengan orang yang mencelaku
Selagi Allah tetap ridha dan mencintaiku
Aku tahu bahwa thaghut tidak menyukaiku
Tapi itu tidak masalah selama aku ada di jalan Tuhanku
Dan mana mungkin syaitan menyukai ajaran Nabiku
Tauhid akan kujunjung di atas kepalaku
Dan Pancasila syirik kan ku injak dengan kakiku
Hukum ilahiy ku angkat tinggi dengan tanganku
Dan undang-undang kafir kan ku tebas dengan pedangku
Enyahlah hai hamba thaghut, kalian adalah musuh abadiku
Dan aku adalah musuhmu sepanjang hidupku
Bila kalian ragu dengan ajaran tauhidku
Dan merasa benar dengan ajaran musuh Tuhanku
Mari kita mati bersama !  kamu dan aku..
ya mujahid
ya mujahid ……
sungguh apabila maut berjumpa dengan engkau
akan lari pucat pasi dan mencari jalan untk kembali
sambil melarikan diri kmatian takut dengan engkau

ya mujahid……
engkau selalu mencintainya dimanapun engkau berada
tiadalah engkau berlambat lambat darinya ataupun maju mendahuluimu
maka engkau dapati celaan dalam mencintainya amatlah nikmat
terasa senang mengingtnya maka biarkan celaan mencela engkau

ya mujahid……
engkau tegak berdiri dan tak ada keraguan dalam kematian bagi orang yg tegak berdiri
seolah olah engkau berada dipelupuk sang maut yg tengah tertidur
lewat padamu para perwira yg tengah luka dan cedera sementara wajahmu tetap putih berseri;
mulutmu tetap tersungging senyum
ya mujahid……
adakah raja itu memiliki daging di atas meja hidangan
apabila pedang-pedangmu masih kehausan dah burung burung masih kelaparan
sampai aku kembali pena penaku mengatakan padaku
kemulian itu milik pedang bukan milik pena

ya mujahid……
andai aku masih diberi umur , akan kujadikan perang sebagai ibu
tombak sebagai saudara dan pedang sebagai bapak
dengan rambut kusut masai terseyum meyongsong kematian
hingga seolah-olah ia mempunyai keinginan dalam kematian nya
berjalan cepat,, cepat,,jangan sampai terlambat
hingga hampir hampir ringkikan kuda melemparku dari pelananya
lantaran gembira dan melonjak-lonjak menyongsong perang
a mujahid……
semoga allah merihoimu semoga allah merahmatimu
hingga dalam seyummu yg indah
engkau ingin mengatakan pada kami
aku sudah menepati janjiku aku sudah menjual diriku
maka kapan giliranmu wahai saudara maka kapan giliranmu wahai saudara??

Mutiara Hikmah dari Imam Hasan Al Bashri

Kata mutiara 1 
“Wahai anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah kumpulan hari, setiap satu hari berlalu maka sebagian dari diri kalian pun ikut pergi
Kata mutiara 2
“Diantara tanda berpalingnya Allah Subhanahu Wata’ala dari seorang hamba adalah Allah menjadikan kesibukannya pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”
Kata mutiara 3
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang merenung sejenak sebelum melakukan suatu amalan. Jika niatnya adalah karena Allah, maka ia melakukannya. Tapi jika niatnya bukan karena Allah maka ia mengurungkannya.”
Kata mutiara 4
“Tidaklah datang suatu hari dari hari-hari di dunia ini melainkan ia berkata, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah hari yang baru, dan sesungguhnya aku akan menjadi saksi (di hadapan Allah) atas apa-apa yang kalian lakukan padaku. Apabila matahari telah terbenam, maka aku akan pergi meninggalkan kalian dan takkan pernah kembali lagi hingga hari kiamat.”
Kata mutiara 5
Janganlah Anda tertipu dengan banyaknya amal ibadah yang telah Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah menerima amalan Anda atau tidak.”
Kata mutiara 6
Jangan pula Anda merasa aman dari bahaya dosa-dosa yang Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah mengampuni dosa-dosa Anda tersebut atau tidak.”
Kata mutiara 7
“Saya belum menemukan dalam ibadah, sesuatu yang lebih sulit dari pada shalat di tengah malam.”
Kata mutiara 8
Seorang mukmin hidup di dunia bagaikan seorang tawanan yang sedang berusaha membebaskan dirinya dari penawanan dan ia tidak akan merasa aman kecuali apabila ia telah berjumpa dengan Allah Subhanahu wata’ala.
Kata mutiara 9
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kematian, sakit dan sehat (bagi setiap hamba-Nya). Barang siapa mendustakan takdir maka sesungguhnya ia telah mendustakan al-Qur’an. Dan barang siapa mendustakan al-Qur’an, maka sesungguhnya ia telah mendustakan Allah.”
Kata mutiara 10 
“Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk akhiratmu, niscaya kamu untung di keduanya, dan janganlah kamu jual akhiratmu untuk duniamu, karena kamu akan rugi di keduanya. Singgah di dunia ini sebentar, sedangkan tinggal di akhirat sana sangatlah panjang.”

Seorang pemuda mendatangi al-Hasan al-Bashri dan mengadukan masalah yang sedang ia hadapi kepadanya. Pemuda tersebut berkata, “Saya telah berusaha untuk bisa menjaga shalat malam, akan tetapi sampai saat ini saya masih belum mampu untuk melaksanakannya.” Al-Hasan al-Bashri menjawab, “Dosa-dosamu telah menghalangimu untuk melakukannya.”

Demikianlah, beberapa kalimat penuh hikmah, mutiara islam, dari salah seorang ulama salaf yang patut kita  teladani. Semoga bermanfaat.


Palestine




















  • Allahu Akbar
  • Hancurkan Benteng KHOIBAR
  • Allahu Akbar
  • Hancurkan Benteng ZIONIS LAKNATULLAH

Untuk menghancurkan ZIONIS LAKNATULLAH tak akan mampu kita melawan dengan kekuatan MILITER akan tetapi dengan mengangkat BENDERA JIHAD FISABILILLAH
bangkitlah kalian wahai saudara-saudaraku...!!!

Jangan lupakan kami, Dalam d'oa-do'a wahai kalian yang shalih..
 SERUAN JIHAD UNTUK MENGHENTIKAN AGRESI  ISRAEL KE GAZA









































Nasehat Untuk Remaja


Menyadari tentang apa yang sedang melanda kebanyakan remaja pada hari ini samada budaya lepak, sex bebas, sifat kurang hormat kepada orang tua, kurang minat menuntut ilmu, ataupun sifat suka mengabaikan kewajipan agama seperti solat dan menutup aurat, maka saya sebagaimana perasaan ibu bapak dan orang-orang tua lainnya turut merasa prihatin terhadap perkembangan yang tidak sehat ini.

Sungguh banyak pengaduan dari ibu bapak tentang hal ini. Mereka telah berusaha sedaya-upaya untuk memperbaiki keadaan anak-anak yang dikasihi, namun tidak berhasil walaupun sudah diberi nasihat, sudah banyak berdoa untuk kesejahteraan anak, namun kelakuan anak tidak juga berobah. Malahan ada sesetengah ibu bapak yang sudah hampir sampai ke peringkat putus asa menghadapi kenakalan anak-anaknya.

Maka didorong olih perasaan turut bertanggungjawab untuk menanggulangi dan mengatasi masalah ini, maka di bawah ini izin saya untuk mengemukakan beberapa nasihat agama untuk menjadi renungan olih setiap remaja tanpa mengira di mana mereka sedang berada.

1) Siapakah Manusia?
Manusia adalah makhluk Allah yang paling istimewa. Allah mencipta mereka dalam bentuk yang paling elok. (lihat surah At-Tin ayat 4). Keelokan manusia bukan hanya terletak pada parasnya tetapi ia sangat ditentukan olih akhlak atau budi pekertinya. Keelokan dan kecantikan manusia adalah karena manusia makhluk yang berilmu, bolih berfikir, mempunyai daya inisiatif dan kreatif, mempunyai tutur bahasa dan budaya.

 Sifat-sifat ini dimiliki olih datok kita yang pertama Nabi Adam (alayhi salam). Atas sebab inilah makhluk mulia di langit iaitu para malaikat disuruh olih Allah agar sujud menghormati Nabi Adam. Apakah sebabnya? Apakah keistimewaan yang ada pada Nabi Adam yang tidak dimiliki olih para malaikat sehingga mereka disuruh sujud kepada Adam? Jawabnya ialah karena Nabi Adam ada ilmu yang tidak ada pada malaikat. (lihat kisah ini dalam surah Al-Baqarah ayat: 30 – 34).
Oleh itu manusia dipandang mulia bukan sekadar karena ia berasal dari Nabi Adam. Tetapi kemuliaan mereka adalah karena mereka makhluk yang berilmu, bolih berfikir, mempunyai daya kreatif dan inisiatif.

2) Dari Mana Asal Manusia?

 Ditinjau dari satu sudut kita bolih mengatakan bahwa kita berasal daripada Nabi Adam karena manusia pertama yang dicipta olih Allah adalah Adam. Dan kita juga bolih mengatakan bahwa asal manusia adalah dari air mani (sperma) karena keturunan manusia berkembang melalui hubungan antara suami dan isteri. Kisah tentang kejadian manusia ini bolih kita lihat dengan jelas dalam surah Al-Haj ayat 5.

 Jadi manusia bukan berasal dari monyet atau kera sebagaiaman dakwaan yang dibuat olih Darwin dengan teori evolusinya. Kita mesti ingat bahwa Darwin adalah orang Yahudi. Dan Yahudi sememangnya selalu berusaha agar kita umat Islam memutuskan hubungan kita dengan wahyu Ilahy (Al-Quran). Kalau kita mahu merenung dengan ikhlas surah Al-Haj ayat 5 di atas niscaya kita kan mendapat jawapan yang tepat dari Yang Maha Pencipta tentang asal-usul kita. Coba fikir, apakah Darwin Yahudi itu lebih tahu dari Allah Yang Maha Pencipta?

 Yahudi sentiasa berusaha untuk menyebarkan kebinasaan di atas muka bumi ini. Itulah sebabnya kita tidak perlu heran kalau seorang profesor di Amerika pernah mengatakan kepada para mahasiswa dan mahasiswinya: “Kalau kamu semua telah mengakui bahwa kamu semua berasal dari monyet; Apakah perlunya kalau kawin kamu mesti pergi ke gereja? Maksud pertanyaan itu ialah kita bolih buat style monyet, kita bolih mempunyai budaya monyet. Inilah sebabnya mengapa di Barat tidak sensitif dan tidak tercela dalam pandangan masyarakat mereka budaya bohsia, free sex, sekedudukan tanpa kawin, homosex, mendedahkan aurat dan lain-lain lagi. Mengapa? Karena itu semua adalah tidak aib bagi masyarakat monyet!
Kita meyakini bahwa kita keturunan Adam dan Hawa. Kita makhluk mulia. Kita bukan keturunan binatang. Kita mesti jaga kedudukan istimewa ini. Allah mengingatkan kita bahwa status manusia akan direndahkan olih Allah dan kita akan ditempatkan di kerak neraka kelak kecuali jika pada kita ada dua sifat iaitu iman dan amal salih (lihat At-Tin ayat 5-6).

3) Apakah Tujuan Hidup Manusia?

 Yang paling layak menentukan apakah tujuan kita hidup di dunia ini adalah Allah Yang Maha Pencipta. Allah berfirman dalam surah Adz-Dzaariyat ayat 56 (yang bermaksud):

“Aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”

 Ibadah yang dimaksudkan dalam ayat di atas ialah ibadah dalam pengertian yang luas iaitu patuh dan taat kepada Allah. Olih sebab itu para ulama mentakrifkan ibadah di sini:

“Segala bentuk aktiviti yang kita lakukan, asalkan mengharap kasih dan keredhaan Allah, samada ucapan atau perbuatan, yang zahir ataupun yang batin”.

Olih sebab itu adalah salah kalau kita berpendapat bahwa tujuan kita hidup adalah untuk enjoy (berseronok) saja. Apalagi kalau dijawab: “Hidup untuk makan”. Kalau begitu, apakah bedanya antara kita dengan kerbau dan kambing?

 Matlamat kita diciptakan adalah sama dengan matlamat datok kita Adam dicipta olih Allah iaitu sebagai KHALIFAH ALLAH di atas muka bumi ini. Apakah makna khalifah Allah? Maknanya: Pelaksana kehendak Allah. Kehendak-kehendak Allah tertera seluruhnya di dalam Kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi. Dan khusus untuk kita umat Nabi Muhammad (sallallahu alayhi wasalam) kita hendaklah merujuk segala tindak-tanduk kita agar bersesuaian dengan kehendak Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad (sallallahu alayhi wasalam). Kita tidak berhak mencari pilihan yang lain. Hakikat ini tertera di dalam surah Al-Ahzab ayat 36 (yang membawa maksud):

“Tidak berhak mukmin dan mukminat jika Allah dan rasulNya telah menetapkan sesuatu hukum maka ia ingin mencari pilihan yang lain. Dan sesiapa yang ingkar kepada kehendak Allah dan Rasul maka jatuhlah dia ke dalam kesesatan yang nyata”.

4) Siapakah Musuh Kita?

 Kita mestilah sadar bahwa musuh utama kita adalah IBLIS atau SYAITAN. Dia enggan sujud menghormati datok kita Adam. Sikapnya yang sombong itu akhirnya mendapat kemurkaan Allah. Allah SWT mengutuk Iblis. Dan Iblis tahu bahwa yang menjadi sebab utama dia dikutuk adalah Adam. Iblis dendam kepada Adam lalu dia memohon kepada Allah agar Allah mengizinkannya untuk menggoda Adam dan anak cucunya. Permohon Iblis itu dikabulkan olih Allah. Dan semua kita tahu bahwa Adam dan Hawa dikeluarkan olih Allah dari syorga adalah karena tipu daya Iblis (laknatullah ‘alayhi). Iblis terus bekerja keras untuk memesongkan anak cucu Adam dari jalan Allah yang lurus.

Allah menyuruh kita agar memohon kepadaNya minima 17 kali dalam sehari: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”. Dan Allah SWT mengingatkan kita agar kita jangan menyembah (patuh) kepada syaitan. Lihat Surah Yasin ayat 60-61 (maksudnya):

“Bukankah Aku telah memerintahkan kamu wahai anak cucu Adam iaitu agar kamu jangan menyembah (mengikuti godaan dan rayuan) syaitan, sesungguhnya dia bagi kamu adalah musuh yang nyata-nyata. Dan hendaklah kamu hanya menyembah (patuh) padaKu. Inilah yang lurus”.

Kesimpulan yang dapat diambil dari ayat-ayat di atas:

1.  Allah melarang kita mengikuti jejak langkah syaitan.
2. Allah memanggil manusia dalam ayat ini dengan istilah: “Wahai anak cucu Adam”, bukan dengan istilah “wahai manusia”. Ini memberi isyarat agar kita hendaknya selalu ingat tentang peristiwa pahit yang pernah menimpa datok kita Adam dan Hawa, yang karena tipu syaitanlah mereka akhirnya dikeluarkan dari syorga.
3. Allah menyuruh kita agar menyembahnya iaitu dengan mematuhi suruhanNya dan menjauhi laranganNya.
4. Selanjutnya Allah tegaskan bahwa hanya dengan mematuhiNya barulah kita mendapat “jalan yang lurus”.

5) Siapakah Syaitan?

 Dalam bahasa Arab, kata syaitan diambil daripada akar kata “syatana” yang artinya “ba’uda”. Dan dalam bahasa kita “ba’uda” maknanya jauh.Olih sebab itu para ulama kita menyimpulkan bahwa syaitan ialah: Segala yang menjauhkan kita daripada kebenaran (hak). Atau dengan kata lain; syaitan adalah segala yang ingin menjauhkan kita daripada kehendak Allah, karena kebenaran (Al-Haq) ialah segala yang datang dari Allah. Sila lihat Al-Baqarah, ayat 147 (yang bermaksud):

“Segala kebenaran adalah dari Tuhanmu, olih sebab itu janganlah kamu ragu-ragu lagi”.

 Dan karena perintah solat, puasa, menutup aurat, ihsan kepada ibu bapak adalah datangnya daripada Allah, maka itu semua adalah Al-Hak atau kebenaran. Olih sebab itu syaitan akan berusaha agar kita jangan melakukan perintah –perintah itu. Begitu juga dengan larangan berzina, homosex, onani, merogol, berjudi, minum arak, berkata bohong. Semuanya datang daripada Allah. Olih sebab itu bisikan yang mendorong kita agar melakukan dosa-dosa itu adalah datangnya dari syaitan.

6) Syaitan Jin Dan Syaitan Manusia 

 Allah SWT menjelaskan kepada kita bahwa syaitan ada dua jenis iaitu syaitan dari jenis jin dan syaitan dari jenis jenis manusia. Lihat firman Allah dalam surah Al-an’aam 112 (yang bermaksud):

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu ada musuh, iaitu syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia”.
 Oleh sebab itu kita mestilah hati-hati kalau mencari kawan. Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa kawan-kawan yang suka mengajak kita melakukan maksiat, sebenarnya mereka adalah syaitan dari jenis manusia. Atau dengan kata lain mereka telah ditonggangi olih syaitan jin untuk memesongkan kita dari jalan yang lurus.

7) Jangan Cepat Menyalahkan Orang Lain

 Memilih teman yang berakhlak mulia adalah sangat penting dan merupakan salah satu cara untuk mengatasi krisis moral yang melanda kaum muda-mudi karena kawan yang baik biasanya selain mendorong kita agar berbuat baik, dia juga akan menasihati kita agar menjauhi perkara maksiat dan mungkar. Olih sebab itu kita mestilah berhati-hati dalam mencari teman. Khawatir kalau-kalau dia sebenarnya adalah syaitan manusia yang kelak hanya akan menyusahkan kita.

 Dan ditinjau dari sudut lain pula. Jika kita terlanjur melakukan maksiat karena anjuran rakan-rakan kita, maka kita sepatutnya jangan cepat menyalahkan mereka, apalagi samapai menyalahkan orang tua kita sendiri.

 Menurut penyelidikan bahwa remaja yang sudah baligh adalah sudah mampu berfikir dan membedakan antara yang baik dan yang buruk, mana yang hak dan mana yang batil. Mereka sudah mampu memilih jalan mana yang wajar mereka tempuh untuk mencapai bahagia di dunia dan di akhirat.

 Atas sebab itulah maka di dalam Islam anak yang sudah baligh mesti menanggung sendiri apa saja yang mereka lakukan. Jika baik maka mereka berhak mendapat pahala, dan jika sebaliknya maka mereka sendiri yang mesti menanggung risikonya dan bukan orang tuanya lagi.

 Oleh sebab itu kita tidak perlu mempersalahkan sesiapa jika diri kita tidak baik, tetapi persalahkanlah diri kita sendiri. Kita ada akal fikiran untuk menimbang mana yang baik dan mana yang buruk. Malahan selanjutnya walaupun syaitan itu adalah musuh kita, namu kitapun tidak bolih mempersalahkan syaitan. Coba renungkan kata-kata syaitan kepada orang-orang yang berdosa ketika berada di dalam neraka nanti. Allah SWT menceritakannya dalam surah Ibrahim ayat 22:

“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, olih sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah diri kamu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolong aku”.

 JIkalau kita tidak bolih mempersalahkan syaitan, maka apatah lagi kalau kita samapai berani mempersalahkan Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Kononnya jika kita telah ditakdirkan olih Allah jadi begini dan begitu. Jangan terlalu lancang terhadap Allah.

 Omar Ibnu Al-Khattab (ra) pernah menyuruh agar memtong kedua-dua tangan pencuri, bukan hanya sebelah. Mengapa? Karena ketika pencuri itu ditanya: Mangapa kamu mencuri? Dia menjawab: “Ya Amiral Mukminin, bukankah nasib semua kita sudah ditetapkan olih Allah sejak azali? Jadi, karna nasib saya telah ditentukan olih Allah sejak awal lagi sebagai pencuri maka saya pun mencuri. Jadi mengapa tuan mempersalahkan saya, sepatutnya Tuhanlah yang mesti tuan persalahkan! Mendengar jawapan itu lalu Omar menyuruh agar memtong kedua tangannya. Tangan pertama dipotong karena mencuri, dan tangan kedua dipotong karena ia telah berdusta atas nama Allah iaitu menuduh Allah yang menyuruhnya mencuri.

8) Bolihkah Kita Memperbaiki Akhlak Yang Buruk

 Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Allah menyuruh manusia agar berakhlak baik dan Allah melarang mereka melakukan maksiat. Allah Yang Maha Pencipta sangat Mengetahui kemampuan manusia. Dia tidak akan menyuruh manusia melakukan sesuatu yang manusia tidak mampu melakukannya. Demikian juga Dia tidak akan melarang manusia sesuatu yang manusia tidak mampu meninggalkannya.

 Oleh sebab itu sebenarnya manusia berakhlak mulia sebagaimana mereka juga adalah mampu menghindarkan diri mereka daripada maksiat.

 Hanya saja mereka sebenarnya telah terperangkap dalam perangkap syaitan. Mereka terlalu memperturutkan hawa nafsu yang telah ditonggangi olih syaitan. Padahal sebenarnya tipu daya syaitan itu amat lemah. Allah berfirman dalam surah An-Nisaa ayat 76 (maksudnya):

“Sesungguhnya tipu daya syaitan itu amat lemah”.

Oleh sebab itu, manusia yang ingin selamat mestilah memperkuat dirinya dengan banyak mendekatkan dirinya kepada Allah. Kita tidak bolih minta tolong pada manusia dari gangguan syaitan. Mengapa? Karena syaitan nampak manusia, sedangkan manusia tidak nampak syaitan. Kita mestilah minta tolong kepada Allah. Mengapa? Karena Allah nampak syaitan, sedangkan syaitan tidak nampak Allah. Atas dasar inilah mengapa kita disuruh memohon perlindungan dengan mengucapkan isti’aadzah:

“Aku berlindung kepada Allah daripada gangguan syaitan yang direjam”.

Atas dasar itu perbanyaklah ingat kepada Allah, pertingkatkan ibadah kepadaNya. Dan renunglah wasiat Nabi di bawah ini.

“Wahai remaja, peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjaga kamu, peliharalah (hukum-hakam) Allah niscaya Allah akan bersama kamu, jika kamu memohon sesuatu maka mohonlah kepada Allah”.

(Hadis Hasan Sahih riwayat Imam Tarmizi)

9) Umur Muda Sangat Berharga
Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam) bersabda: Sekali-kali tidak akan berganjak kedua kaki seorang hamba (manusia) pada Hari Kiamat nanti sehingga kepadanya ditanya tentang empat perkara:

   1. Tentang umurnya kemana dia habiskan
   2. Tentang masa mudanya kemana dia pergunakan
   3. Tentang hartanya darimana dia perolihi dan kemana ia belanjakan
   4. Tentang ilmunya apakah yang dia amalkan.

(Hadis Riwayat Al-Bazzar dan Al-Tabarany dengan sanad sahih)

 Dalam hadis di atas dinyatakan bahwa selain umur seseorang akan akan ditanya olih Allah di akhirat nanti, juga tentang masa mudanya akan ditanya secara berasingan, padahal muda adalah sebahagian daripada umur manusia. Ini menunjukkan bahwa masa muda adalah adalah masa yang sangat tinggi nilainya dan sangat berharga.

Oleh sebab itu para pemuda hendaklah mempergunakan masa mudanya dengan sebaik-baiknya untuk amal-amal yang berguna, samada berguna untuk dunianya ataupun berguna untuk akhiratnya. Dia tidak sewajarnya menyia-nyiakan masa mudanya. Ingat! Masa adalah kehidupan. Sebanyak mana masa itu disia-siakan maka berarti sebanyak itu pulalah kehidupanmu telah kamu sia-siakan.

Sungguh tepat nasihat Nabi (sallallahu alayhi wasalam): Gunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: Hidup sebelum mati, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, masa lapang sebelum sibuk, sehat sebelum sakit.

10) Allah Sangat Cinta Kepada Pemuda Yang Tobat
Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam) bersabda bahwa Allah telah berfirman: “Aku cinta kepada 3 golongan, tetapi terhadap 3 golongan lainnya lebih Aku cintai: Aku cinta kepada orang yang pemurah, tetapi terhadap orang yang hidupnya sederhana dan pemurah pula maka dia lebih Aku cintai. Aku cinta kepada orang yang tawadhu’ (rendah diri), tetapi terhadap orang kaya (berpangkat) dan tawadhu’ pula, maka dia lebih Aku cintai. Aku cinta kepada orang yang tobat kepadaKu, tetapi terhadap anak muda yang bertobat kepadaKu, maka dia lebih Aku cintai”.

(Hadis Qudsi – Sahih – Riwayat Ibnu Hibban)

Mengapa Allah lebih mencintai anak muda yang tobat? Karena biasanya anak muda lebih bertenaga, rangsangan nafsu mereka lebih kuat. Jiwa mereka belum tenang seperti orang yang berumur empat puluhan ke atas. Dan barangkali inilah rahasianya mengapa kebanyakan para Nabi diangkat olih Allah pada umur 40 tahun.

 Jadi pemuda yang bertobat kepada Allah berarti mereka ada kesungguhan dan memerlukan perjuangan yang lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang sudah lanjut usianya. Dan karena inilah Allah lebih mencintai mereka jika mereka tobat.

11) Kemana Kita Akan Pergi Sesudah Mati?

 “Setiap manusia pasti merasakan mati”. Ungkapan ini walaupun menggerunkan, tetapi ada lagi ungkapan yang lebih menggerunkan, iaitu: “Setiap manusia pasti akan ditanya dan bertanggungjawab ke atas apa yang dia telah lakukan”.

 Tentang ungkapan pertama, kita hanya menunggu giliran. Tentang bila giliran kita, wallahu a’lam. Malaikat Maut akan mencabut nyawa manusia tanpa pilih umur. Dia akan menjalankan tugasnya “any time”. Kita mesti bersedia.
Bagaimana dengan ungkapan kedua? Kematian kita bukan seperti kematian binatang yang jika mati habis perkara. Kita akan ditanya! Ujian di sana tidak seperti ujian di dunia yang jika “fail” kita bolih ulang ikut ujian tahun berikutnya. Kegagalan di sana NERAKA tempatnya yang panasnya 70 kali ganda panas api di dunia ini. Soalan di sana bukan dijawab olih mulut tetapi AMAL. Apakah yang kamu akan jawab jika hidupmu bergelimang maksiat, suruhan Allah tidak dibuat, nasihat orang tua dan guru tidak didengar?


 Semoga nasihat sederhana ini dapat dijadikan sebagai bahan renungan, dan mohon maaf sekiranya dalam nasihat ini terdapat kata-kata yang kurang wajar diungkapkan. 
 ------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------

Kafir Quraisy Juga Mengenal Allah dan Rajin Ibadah

Inilah Jaminan Bagi Ahli Tauhid

(silahkan buka situs2 islam bermanfaat: www.eramuslim.com , www.kajian.net , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id , www.almanhaj.or.id , www.muslimah.or.id )

Tidak diragukan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat beberapa keistimewaan. Sungguh, keberuntungan yang besar bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid. Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan banyak sekali kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi ahli tauhid. Semoga Allah menggolongkan kita termasuk ahli tauhid.

Ahli Tauhid Mendapat Keamanan dan Petunjuk

Seseorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya,

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ {82}

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am:82)

Kezaliman meliputi tiga perkara :

* Kezaliman terhadap hak Allah yaitu dengan berbuat syirik
* Kezaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat
* Kezaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain

Kezaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kesyirikan disebut kezaliman karena menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Ini merupakan kezaliman yang paling zalim. Hal ini karena pelaku syirik menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al Khaaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan Yang Maha Perkasa. Manakah kezaliman yang lebih parah dari ini?[1]

Yang dimaksud dengan kezaliman dalam ayat di atas adalah adalah syirik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ketika ayat ini turun, terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak pernah menzalimi dirinya sendiri (berbuat maksiat), maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda, “Tidak demikian, akan tetapi yang dimaksud (dengan kezaliman pada ayat tersebut) adalah kesyirikan. Tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman kepada anaknya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS Lukman: 13)”[2.] [3]

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman (kesyirikan), merekalah ahli tauhid. Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan akhirat seta mendapatkan petunjuk baik di dunia maupun di akhirat. Mereka akan mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan juga keamanan di akhirat dari hal-hal yang ditakuti yang akan terjadi di hari akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk di akhirat berupa petunjuk menuju jalan yang lurus. Tentunya kadar keamanan dan petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya. Semakin sempurna tauhid seseorang, semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.

Ahli Tauhid Pasti Masuk Surga

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda,

من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمداً عبده ورسوله، وأن عيسى عبد الله ورسوله وكلمته ألقاها إلى مريم وروح منه، والجنة حق، والنار حق أدخله الله الجنة على ما كان من العمل

“Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakakannya”[4]

Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala untuk ahli tauhid bahwa Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga. Ahlu tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian yang disebut dalam hadist di atas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal yaitu mengucapkannya dengan lisan, mengilmui maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya, tidak cukup hanya sekadar mengucapknnya saja.

Yang dimaksud dengan ‘alaa maa kaana minal ‘amal (sesuai amal yang telah dikerjakannya) ada dua tafsiran:

Pertama: Mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena dosa-dosa selain syirik tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk surgasecara langsung maupun pada akhirnya masuk surga walau sempat diadzab di neraka. Ini merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dan menghalangi seseorang kekal di neraka.

Kedua: Mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan amalan mereka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai dengan amal shalihnya.[5]

Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka

Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa bahagianya sesorang yang tidak menjadi penghuni neraka. Hal ini akan didiapatkan oleh seseorang yang bertauhid dengan benar. Rasululllah shalallahu ‘alahi wa salaam bersabda,

فإن الله حرم على النار من قال: لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesunggunhya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan Laa ilaah illallah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah” [6]

Pengharaman dari neraka ada dua bentuk:

* Diharamkan masuk neraka secara mutlak dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali, boleh jadi dia mempunyai dosa kemudian Allah mengampuninya atau dia termasuk golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
* Diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.

Makna diharamkannya masuk neraka dalam hadist di atas mencakup dua bentuk ini. [7]

Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya

Hidup kita tidak luput dari gelimang dosa dan maksiat. Oleh karena itu pengampunan dosa adalah sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid secara benar, menjadi sebab terbesar dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda,

قال الله تعالى: يا ابن آدم؛ لو أتيتني بقراب الأرض خطايا، ثم لقيتني لا تشرك بي شيئاً لأتيتك بقرابها مغفرة

“Allah berfirman: ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian kamu datang kepada-Ku tanpa menyekutukan sesuatu pun dengan-Ku, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula” [8]

Dalam hadist ini Nabi mengkhabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Allah akan menghapus dosa-dosa yang sangat banyak selama itu bukan dosa syirik. Makna hadis ini seperti firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا {48}

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisaa’:48)

Hadist ini merupakan dalil bahwa tauhid mempunyai pahala yang besar dan bisa menghapuskan dosa yang sangat banyak.[9]

Jaminan Bagi Masyarakat yang Bertauhid

Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika suatu masyarakat benar-benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah Ta’ala akan memberikan jaminan bagi mereka sebagaimana firman-Nya :

وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ {55}

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nuur:45)

Dalam ayat yang mulia ini Allah memberikan beberapa jaminan bagi suatu masyarakat yang mau merealisasikan tauhid yaitu :

1. Mendapat kekuasaan di muka bumi.
2. Mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama.
3. Mendapat keamanan dan dijauhkan dari rasa takut.

Pembaca yang dirahmati Allah, inilah sebagian diantara jaminan yang akan didapatkan oleh ahli tauhid. Semoga janji Allah dan Rasul-Nya di atas, semakin memotivasi kita untuk terus mempelajari tauhid dan mengamalkannya. Wallahul musta’an.

Selesai disusun malam Rabu, 8 Rabi’ul Akhir 1431 H/23 Maret 2010, Rumah Tercinta di Kompleks Ponpes Jamilurrahman

Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki

Muroja’ah: M.A. Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

Catatan Kaki:

[1]. Lihat I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 52-53.Syaikh Shalih Fauzan. Penerbit Markaz Fajr. Cetakan kedua tahun 2003.

[2]. H.R Bukhari dan Muslim.

[3]. Lihat penjelasan lebih lengkap dalam Fathul Majiid hal 39-40. Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan ‘Alu Syaikh.Penerbit Muasasah al Mukhtar. Cetakan pertama tahun 1425 H/2004.

[4]. H.R Bukhari 3435 dan Muslim 28.

[5]. Lihat I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 64.

[6]. H.R Bukhari 425 dan Muslim 33.

[7]. At Tamhiid li Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 26. Syaikh Shalih ‘Alu Syaikh. Penerbit Daaru at Tauhiid. Cetakan pertama tahun 1423 H/2002.

[8]. H.R Tirmidzi 3540.

[9]. Al Mulakhos fii Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 29. Syaikh Shalih Fauzan. Penerbit Markaz Fajr.

Sekelumit Kalimat Syahadat “Laa Ilaha Illallah”


Memandang Wajah Allah, Kenikmatan Tertinggi di Akhirat

(silahkan buka situs2 islam bermanfaat: www.eramuslim.com , www.kajian.net , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id , www.almanhaj.or.id , www.muslimah.or.id )

Salah satu ideologi dan prinsip dasar Ahlus sunnah wal jama’ah yang tercantum dalam kitab-kitab aqidah para ulama salaf, adalah kewajiban mengimani bahwa kaum mu’minin akan melihat wajah Allah Ta’ala yang maha mulia di akhirat nanti, sebagai balasan keimanan dan keyakinan mereka yang benar kepada Allah Ta’ala sewaktu di dunia.

Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ahlus sunnah wal jama’ah di zamannya, menegaskan ideologi Ahlus sunnah yang agung ini dalam ucapan beliau, “(Termasuk prinsip-prinsip dasar Ahlus sunnah adalah kewajiban) mengimani (bahwa kaum mu’minin) akan melihat (wajah Allah Ta’ala yang maha mulia) pada hari kiamat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih”[1].

Imam Ismail bin Yahya al-Muzani berkata[2], “Penghuni surga pada hari kiamat akan melihat (wajah) Rabb (Tuhan) mereka (Allah Ta’ala), mereka tidak merasa ragu dan bimbang dalam melihat Allah Ta’ala, maka wajah-wajah mereka akan ceria dengan kemuliaan dari-Nya dan mata-mata mereka dengan karunia-Nya akan melihat kepada-Nya, dalam kenikmatan (hidup) yang kekal abadi…”[3].

Demikian pula Imam Abu Ja’far ath-Thahawi[4] menegaskan prinsip yang agung ini dengan lebih terperinci dalam ucapannya, “Memandang wajah Allah Ta’ala bagi penghuni surga adalah kebenaran (yang wajib diimani), (dengan pandangan) yang tanpa meliputi (secara keseluruhan) dan tanpa (menanyakan) bagaimana (keadaan yang sebenarnya), sebagaimana yang ditegaskan dalam kitabullah (al-Qur’an):

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS Al-Qiyaamah:22-23).

Penafsiran ayat ini adalah sebagaimana yang Allah Ta’ala ketahui dan kehendaki (bukan berdasarkan akal dan hawa nafsu manusia), dan semua hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan masalah ini adalah (benar) seperti yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan, dan maknanya seperti yang beliau inginkan. Kita tidak boleh membicarakan masalah ini dengan menta’wil (menyelewengkan arti yang sebenarnya) dengan akal kita (semata-mata), serta tidak mereka-reka dengan hawa nafsu kita, karena tidak akan selamat (keyakinan seseorang) dalam beragama kecuali jika dia tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengembalikan ilmu dalam hal-hal yang kurang jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya (para ulama Ahlus sunnah)”[5].

Dasar Penetapan Ideologi Ini

1- Firman Allah Ta’ala,

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah). Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS al-Qiyaamah:22-23)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah Ta’ala dengan mata mereka di akhirat nanti, karena dalam ayat ini Allah Ta’ala menggandengakan kata “melihat” dengan kata depan “ilaa” yang ini berarti bahwa penglihatan tersebut berasal dari wajah-wajah mereka, artinya mereka melihat wajah Allah Ta’ala dengan indera penglihatan mereka[6].

Bahkan firman Allah Ta’ala ini menunjukkan bahwa wajah-wajah mereka yang indah dan berseri-seri karena kenikmatan di surga yang mereka rasakan, menjadi semakin indah dengan mereka melihat wajah Allah Ta’ala. Dan waktu mereka melihat wajah Allah Ta’ala adalah sesuai dengan tingkatan surga yang mereka tempati, ada yang melihat-Nya setiap hari di waktu pagi dan petang, dan ada yang melihat-Nya hanya satu kali dalam setiap pekan[7].

2- Firman Allah Ta’ala,

{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yunus:26).

Arti “tambahan” dalam ayat ini ditafsirkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih, yaitu kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling memahami makna firman Allah Ta’ala[8]. Dalam hadits yang shahih dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut di atas[9].

Bahkan dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala adalah kenikmatan yang paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan-kenikmatan di surga lainnya[10].

Imam Ibnu Katsir berkata, ”(Kenikmatan) yang paling agung dan tinggi (yang melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang wajah Allah yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling agung (melebihi) semua (kenikmatan) yang Allah berikan kepada para penghuni surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat Allah” [11].

Lebih lanjut imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam kitab beliau “Ighaatsatul lahafaan”[12] menjelaskan bahwa kenikmatan tertinggi di akhirat ini (melihat wajah Allah Ta’ala) adalah balasan yang Allah Ta’ala berikan kepada orang yang merasakan kenikmatan tertinggi di dunia, yaitu kesempurnaan dan kemanisan iman, kecintaan yang sempurna dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya, serta perasaan tenang dan bahagia ketika mendekatkan diri dan berzikir kepada-Nya. Beliau menjelaskan hal ini berdasarkan lafazh do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih,

أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ

[As-aluka ladzdzatan nazhor ila wajhik, wasy-syauqo ilaa liqo'ik] “Aku meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu (di akhirat nanti) dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia)…”[13].

3- Firman Allah Ta’ala,

{لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ}

“Mereka di dalamnya (surga) memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami (ada) tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala)” (QS Qaaf:35).

4- Firman Allah Ta’ala,

{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) pada hari kiamat benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka” (QS al-Muthaffifin:15).

Imam asy-Syafi’i ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Ketika Allah menghalangi orang-orang kafir (dari melihat-Nya) karena Dia murka (kepada mereka), maka ini menunjukkan bahwa orang-orang yang dicintai-Nya akan melihat-Nya karena Dia ridha (kepada mereka)”[14].

5- Demikian pula dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menetapkan masalah ini sangat banyak bahkan mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalur sehingga tidak bisa ditolak).

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Keyakinan bahwa) orang-orang yang beriman akan melihat (wajah) Allah Ta’ala di akhirat nanti telah ditetapkan dalam hadits-hadits yang shahih, dari (banyak) jalur periwayatan yang (mencapai derajat) mutawatir, menurut para imam ahli hadits, sehingga mustahil untuk ditolak dan diingkari”[15].

Di antara hadits-hadits tersebut adalah dua hadits yang sudah kami sebutkan di atas. Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian (Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti) sebagaimana kalian melihat bulan purnama (dengan jelas), dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam waktu melihat-Nya…”[16].

Kerancuan dan Jawabannya

Demikian jelas dan gamblangnya keyakinan dan prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini, tapi bersamaan dengan itu beberapa kelompok sesat yang pemahamannya menyimpang dari jalan yang benar, seperti Jahmiyah dan Mu’tazilah, mereka mengingkari keyakinan yang agung ini, dengan syubhat-syubhat (kerancuan) yang mereka sandarkan kepada dalil (argumentasi) dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kemudian mereka selewengkan artinya sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Akan tetapi, kalau kita renungkan dengan seksama, kita akan dapati bahwa semua dalil (argumentasi) dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mereka gunakan untuk membela kebatilan dan kesesatan mereka, pada hakikatnya justru merupakan dalil untuk menyanggah kebatilan mereka dan bukan untuk mendukungnya[17].

Di antara sybhat-syubhat mereka tersebut adalah:

1- Mereka berdalih dengan firman Allah Ta’ala,

{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Rabb telah berfirman (langsung kepadanya), berkatalah Musa:”Ya Rabbku, nampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu”. Allah berfirman:”Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (seperti sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:”Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman” (QS al-A’raaf:143).

Mereka mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah menolak permintaan nabi Musa ‘alaihis salam untuk melihat-Nya dengan menggunakan kata “lan” yang berarti penafian selama-lamanya, ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala tidak akan mungkin bisa dilihat selama-lamanya[18].

Jawaban atas syubhat ini:

- Ucapan mereka bahwa kata “lan” berarti penafian selama-lamanya, adalah pengakuan tanpa dalil dan bukti, karena ini bertentangan dengan penjelasan para ulama ahli bahasa arab.

Ibnu Malik, salah seorang ulama ahli tata bahasa Arab, berkata dalam syairnya:

Barangsiapa yang beranggapan bahwa (kata) “lan” berarti penafian selama-lamanya

Maka tolaklah pendapat ini dan ambillah pendapat selainnya[19]

Maka makna yang benar dari ayat ini adalah bahwa Allah Ta’ala menolak permintaan nabi Musa ‘alaihis salam tersebut sewaktu di dunia, karena memang tidak ada seorangpun yang bisa melihat-Nya di dunia. Adapun di akhirat nanti maka Allah Ta’ala akan memudahkan hal itu bagi orang-orang yang beriman[20]. Sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ketahuilah, tidak ada seorangpun di antara kamu yang (bisa) melihat Rabb-nya (Allah) Ta’ala sampai dia mati (di akhirat nanti)”[21].

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu: Apakah engkau telah melihat Rabb-mu (Allah Ta’ala)? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Dia terhalangi dengan hijab) cahaya, maka bagaimana aku (bisa) melihat-Nya?”[22]. Oleh karena itulah, Ummul mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Barangsiapa yang menyangka bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat Rabb-nya (Allah Ta’ala) maka sungguh dia telah melakukan kedustaan yang besar atas (nama) Allah” [23].

- Permintaan nabi Musa ‘alaihis salam dalam ayat ini untuk melihat Allah Ta’ala justru menunjukkan bahwa Allah Ta’ala mungkin untuk dilihat, karena tidak mungkin seorang hamba yang mulia dan shaleh seperti nabi Musa ‘alaihis salam meminta sesuatu yang mustahil terjadi dan melampaui batas, apalagi dalam hal yang berhubungan dengan hak Allah Ta’ala. Karena permintaan sesuatu yang mustahil dan melampaui batas, apalagi dalam hal yang berhubungan dengan hak Allah Ta’ala hanyalah dilakukan oleh orang yang bodoh dan tidak mengenal Rabb-nya, dan nabi Musa ‘alaihis salam terlalu mulia dan agung untuk disifati seperti itu, bahkan beliau adalah termasuk nabi Allah Ta’ala yang mulia dan hamba-Nya yang paling mengenal-Nya[24].

Maka jelaslah bahwa ayat yang mereka jadikan sandaran ini, pada hakikatnya jutru merupakan dalil untuk menyanggah kesesatan mereka dan bukan mendukungnya.

2- Mereka berdalih dengan firman Allah Ta’ala,

{لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}

“Dia tidak dapat dicapai (diliputi) oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS al-An’aam:103).

Jawaban atas syubhat ini:

- Sebagian dari para ulama salaf ada yang menafsirkan ayat ini: “Dia tidak dapat dicapai (diliputi) oleh penglihatan mata di dunia ini, sedangkan di akhirat nanti pandangan mata (orang-orang yang beriman) bisa melihatnya[25].

- Dalam ayat ini Allah Ta’ala hanya menafikan al-idraak yang berarti al-ihaathah (meliputi/melihat secara keseluruhan), sedangkan melihat tidak sama dengan meliputi[26], bukankan manusia bisa melihat matahari di siang hari tapi dia tidak bisa meliputinya secara keseluruhan?[27]

- al-Idraak (meliputi/melihat secara keseluruhan) artinya lebih khusus dari pada ar-ru’yah (melihat), maka dengan dinafikannya al-Idraak menunjukkan adanya ar-ru’yah­ (melihat Allah Ta’ala), karena penafian sesuatu yang lebih khusus menunjukkan tetap dan adanya sesuatu yang lebih umum[28].

Sekali lagi ini membuktikan bahwa ayat yang mereka jadikan sandaran ini, pada hakikatnya jutru merupakan dalil untuk menyanggah kesesatan mereka dan bukan mendukungnya.

Penutup

Demikianlah penjelasan ringkas tentang salah satu keyakinan dan prinsip dasar Ahlus sunnah wal jama’ah yang agung, melihat wajah Allah Ta’ala. Dengan memahami dan mengimani masalah ini dengan benar, maka peluang kita untuk mendapatkan anugrah dan kenikmatan tersebut akan semakin besar, dengan rahmat dan karunia-Nya.

Adapun orang-orang yang tidak memahaminya dengan benar, apalagi mengingkarinya, maka mereka sangat terancam untuk terhalangi dari mendapatkan kemuliaan dan anugrah tersebut, minimal akan berkurang kesempurnaannya, na’uudzu billahi min dzaalik.

Dalam hal ini salah seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan, maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut”[29].

Akhirnya kami berdoa kepada Allah Ta’ala dengan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas:

Aku meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu (di akhirat nanti)

dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia)

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 12 Rabi’ul awwal 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Artikel www.muslim.or.id
[1] Kitab “Ushuulus sunnah” (hal. 23, cet. Daarul manaar, Arab Saudi).

[2] Beliau adalah imam besar, ahli fikih dan murid senior imam asy-Syafi’i (wafat 264 H). Biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’” (12/493).

[3] Kitab “Syarhus sunnah” tulisan al-Muzani (hal. 82, cet. Maktabatul gurabaa’ al-atsariyyah, Madinah).

[4] Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Salaamah, imam besar dan penghafal hadits Rasulullah r (wafat 321 H). Biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’” (27/15).

[5] Kitab “Syarhul aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 188-189, cet. Ad-Daarul Islaami, Yordania).

[6] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/448).

[7] Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal.899).

[8] Lihat kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/452).

[9] HSR Muslim dalam “Shahih Muslim” (no. 181).

[10] Lihat kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/453).

[11] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (4/262).

[12] Hal. 70-71 dan hal. 79 (Mawaaridul amaan, cet. Daar Ibnil Jauzi, Ad Dammaam, 1415 H).

[13] HR An Nasa-i dalam “As Sunan” (3/54 dan 3/55), Imam Ahmad dalam “Al Musnad” (4/264), Ibnu Hibban dalam “Shahihnya” (no. 1971) dan Al Hakim dalam “Al Mustadrak” (no. 1900), dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al Hakim, disepakati oleh Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam “Zhilaalul jannah fii takhriijis sunnah” (no. 424).

[14] Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam “Haadil arwaah” (hal. 201) dan Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (8/351).

[15] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (8/279).

[16] HSR al-Bukhari (no. 529) dan Muslim (no. 633).

[17] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/457).

[18] Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/469) dan “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/455).

[19] Dinukil oleh syaikh al-‘Utsaimin kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/456).

[20] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 302) dan “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/456).

[21] HSR Muslim (no. 169).

[22] HSR Muslim (no. 291).

[23] HSR Muslim (no. 177).

[24] Lihat kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/457).

[25] Tafsir Ibnu Katsir (3l310).

[26] Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3l310).

[27] Lihat kitab “syarhul ‘aqiidatil waashithiyyah” (1/457).

[28] Ibid.

[29] Dinukil oleh imam Ibnu Katsir dalam kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).

sikap pertengahan umat islam, antara yahudi dan nasrani


Membongkar Kedustaan Wali Setan


Memahami Takdir Dengan Benar

(silahkan buka situs2 islam bermanfaat: www.eramuslim.com , www.kajian.net , www.alsofwah.or.id , www.muslim.or.id , www.almanhaj.or.id , www.muslimah.or.id )

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.

Antara Qodho’ dan Qodar

Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan.[1] Jika disebutkan qodho’ saja maka mencakup makna qodar, demikian pula sebaliknya. Namun jika disebutkan bersamaan, maka qodho’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Dengan demikian qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qodho’.[2]

Empat Prinsip Keimanan kepada Takdir

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah. Perlu kita ketahui bahwa keimanan terhadap takdir harus mencakup empat prinsip. Keempat prinsip ini harus diimani oleh setiap muslim.

Pertama: Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengetahui dengan ilmunya yang azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang dilakukan oleh Allah maupun perbuatan makhluknya. Semuanya terjadi dalam pengilmuan Allah Ta’ala.

Kedua: Mengimanai bahwa Allah Ta’ala telah menulis dalam lauhul mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.

Dalil kedua prinsip di atas terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {70}

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ {59}

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).

Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi”[3]

Ketiga: Mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi. Semuanya terjadi atas kehendak Allah Ta’ala, baik itu perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan makhluknya.

Keempat: Mengimani dengan penciptaan Allah. Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi. Ciptaan Allah mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan Allah.

Dalil kedua prinsip di atas adalah firman Allah Ta’ala,

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ {62} لَّهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ {63}

“.Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.”(QS. Az Zumar 62-63)

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَاتَعْمَلُونَ {96}

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu“.” (QS. As Shafat:96).[4]

Antara Kehendak Makhluk dan Kehendak-Nya

Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat. Hal ini karena dalil syariat dan realita yang ada menunjukkan bahwa manusia masih memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu.

Dalil dari syariat, Allah Ta’ala telah berfirman tentang kehendak makhluk,

ذَلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَن شَآءَ اتَّخَذَ إِلىَ رَبِّهِ مَئَابًا {39}

“Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (QS. An Nabaa’:39)

نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ… {223}

“Isteri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. …”(Al Baqoroh:223)

Adapun tentang kemampuan makhluk Allah menjelaskan,

فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ {16}

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At Taghobun :16)

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ رَبَّنَا …{286}

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….”(QS. Al Baqoroh:286)

Sedangkan realita yang ada menunjukkan bahwa setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendak dan kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan atau meninggalkan sesuatu. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya (seperti berjalan), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya, (seperti gemetar atau bernapas). Namun, kehendak maupun kemampuan makhluk itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’la karena Allah berfirman,

لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ {28} وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {29}

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir:28-29). Dan karena semuanya adalah milik Allah maka tidak ada satu pun dari milik-Nya itu yang tidak diketahui dan tidak dikehendaki oleh-Nya.[5]

Macam-Macam Takdir

Pembaca yang dirahmati Allah, perlu kita ketahui bahwa takdir ada beberapa macam:

[1] Takdir Azali. Yakni ketetapan Allah sebelum penciptaan langit dan bumi ketika Allah Ta’ala menciptakan qolam (pena). Allah berfirman,

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلاَّ مَاكَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ {51}

“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At Taubah:51)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallaam bersabda, “… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi”[6]

[2] Takdir Kitaabah. Yakni pencatatan perjanjian ketika manusia ditanya oleh Allah:”Bukankah Aku Tuhan kalian?”. Allah Ta’ala berfirman,

} وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ {172} أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ ءَابَآؤُنَا مِن قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَةً مِّن بَعْدِهِمْ أَفَتُهْلِكُنًا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ {173}

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu ?” (QS. Al A’raaf 172-173).

[3] Takdir ‘Umri. Yakni ketetapan Allah ketika penciptaan nutfah di dalam rahim, telah ditentukan jenis kelaminnya, ajal, amal, susah senangnya, dan rizkinya. Semuanya telah ditetapkan, tidak akan bertambah dan tidak berkurang. Allah Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِناَّ خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي اْلأَرْحَامِ مَانَشَآءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أُشُدَّكُمْ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّى وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلاَ يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى اْلأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَآءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ {5}

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS. Al Hajj:5)

[5] Takdir Hauli. Yakni takdir yang Allah tetapkan pada malam lailatul qadar, Allah menetapkan segala sesuatu yang terjadi dalam satu tahun. Allah berfirman,

حم {1} وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ {2} إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ {3} فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ {4} أَمْرًا مِّنْ عِندِنَآ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ {5}

“Haa miim . Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah , (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul” (QS. Ad Dukhaan:1-5)

[5] Takdir Yaumi. Yakni pnentuan terjadinya takdir pada waktu yang telah ditakdirkan sbelumnya. Allah berfirman,

يَسْئَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ {29}

“Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan . “ (QS. Ar Rahmaan: 29). Ibnu Jarir meriwayatkan dari Munib bin Abdillah bin Munib Al Azdiy dari bapaknya berkata, “Rasulullah membaca firman Allah “ Setiap waktu Dia dalam kesibukan”, maka kami bertanya: Wahai Rasulullah apakah kesibukan yang dimaksud?. Rasulullah bersabda :” Allah mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan meninggikan suara serta merendahkan suara yang lain”[7]

Sikap Pertengahan Dalam Memahami Takdir

Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah, tidak sebagaimana sikap ahlul bid’ah. Ahlus sunnah beriman bahwa Allah telah menetapkan seluruh taqdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.

Adapun orang-orang yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah, mereka bersikap berlebih-lebihan. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas. Kelompok Qodariyyah, mereka mengingkari adanya takdir. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap amal hamba.

Kelompok yang lain adalah yang terlalu melampaui batas dalam menetapkan takdir. Mereka dikenal dengan kelompok Jabariyyah. Mereka berlebihan dalam menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya. Mereka mengingkari adanya perbuatan hamba dan menisbatkan semua perbuatan hamba kepada Allah. Jadi seolah-olah hamba dipaksa dalam perbuatannya.[8]

Kedua kelompok di atas telah salah dalam memahai takdir sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya firman Allah ‘Azza wa Jalla,

لِمَن شَآءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ {28} وَمَاتَشَآءُونَ إِلآَّ أَن يَشَآءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {29}

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. At Takwiir:28-29)

Pada ayat (yang artinya), “ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk Jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi hamba. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mereka yang mengatakan bahwa hamba dipaksa tanpa memiliki kehendak. Kemudian Allah berfirman (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” Dalam ayat ini terdapat bantahan untuk Qodariyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh hamba tanpa sesuai dengan kehendak Allah karena Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.[9]

Takdir Baik dan Takdir Buruk

Takdir terkadang disifati dengan takdir baik dan takdir buruk. Takdir yang baik sudah jelas maksudnya. Lalu apa yang dimaksud dengan takdir yang buruk? Apakah berarti Allah berbuat sesuatu yang buruk? Dalam hal ini kita perlu memahami antara takdir yang merupakan perbuatan Allah dan dampak/hasil dari perbuatan tersebut. Jika takdir disifati buruk, maka yang dimaksud adalah buruknnya sesuatu yang ditakdirkan tersebut, bukan takdir yang merupakan perbuatan Allah, karena tidak ada satu pun perbuatan Allah yang buruk. Seluruh perbuatan Allah mengandung kebaikan dan hikmah. Jadi keburukan yang dimaksud ditinjau dari sesuatu yang ditakdirkan/hasil perbuatan, bukan ditinjau dari perbuatan Allah. Untuk lebih jelasnya bisa kita contohkan sebagai berikut.

Seseorang yang terkena kanker tulang ganas pada kaki misalnya, terkadang membutuhkan tindakan amputasi (pemotongan bagian tubuh) untuk mencegah penyebaran kanker tersebut. Kita sepakat bahwa terpotongnya kaki adalah sesuatu yang buruk. Namun pada kasus ini, tindakan melakukan amputasi (pemotongan kaki) adalah perbuatan yang baik. Walaupun hasil perbuatannya buruk (yakni terpotongnya kaki), namun tindakan amputasi adalah perbuatan yang baik. Demikian pula dalam kita memahami takdir yang Allah tetapkan. Semua perbuatan Allah adalah baik, walaupun terkadang hasilnya adalah sesuatu yang tidak baik bagi hambanya.

Namun yang perlu diperhatikan, bahwa hasil takdir yang buruk terkadang di satu sisi buruk, akan tetapi mengandung kebaikan di sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ {41}

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum:41). Kerusakan yang terjadi pada akhirnya menimbulkan kebaikan. Oleh karena itu, keburukan yang terjadi dalam takdir bukanlah keburukan yang hakiki, karena terkadang akan menimbulkan hasil akhir berupa kebaikan.[10]

Bersemangatlah, Jangan Hanya Bersandar Pada Takdir

Sebagian orang memiliki anggapan yang salah dalam memahami takdir. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan usaha sama sekali. Sunngguh, ini adalah kesalahan yang nyata. Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari bersikap malas? Apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa karena semuanya sudah merupakan ketetapan Allah. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”[11] [12]

Faedah Penting

Keimanan yang benar terhadap takdir akan membuahkan hal-hal penting, di antaranya sebagai berikut :

Pertama: Hanya bersandar kepada Allah ketika melakukan berbagai sebab, dan tidak bersandar kepada sebab itu sendiri. Karena segala sesuatu tergantung pada takdir Allah.

Kedua: Seseorang tidak sombong terhadap dirinya sendiri ketika tercapai tujuannya, karena keberhasilan yang ia dapatkan merupakan nikmat dari Allah, berupa sebab-sebab kebaikan dan keberhasilan yang memang telah ditakdirkan oleh Allah. Kekaguman terhadap dirinya sendiri akan melupakan dirinya untuk mensyukuri nikmat tersebut.

Ketiga: Munculnya ketenangan dalam hati terhadap takdir Allah yang menimpa dirinya, sehingga dia tidak bersedih atas hilangnya sesuatu yang dicintainya atau ketika mendapatkan sesuatu yang dibencinya. Sebab semuanya itu terjadi dengan ketentuan Allah. Allah berfirman,

مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {22} لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَافَاتَكُمْ وَلاَتَفْرَحُوا بِمَآ ءَاتَاكُمْ …{23}

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. Al Hadiid:22-23).[13]

Demikian paparan ringkas seputar keimanan terhadap takdir. Semoga bermanfaat. Alhamdulillahiladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat.

Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki

Muroja’ah: M. A. Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id
[1] Kata qodho dan qadar ini serupa dengan kata iman dan islam, fakir dan miskin. Jika keduanya disebut bersamaan, maka makna keduanya berbeda dan jika disebut secara bersendirian, maka makna keduanya sama. [ed]

[2] Lihat Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah hal 551. Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin. Dalam kitab Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah. Kumpulan Ulama. Penerbit Daarul Ibnul Jauzi

[3] HR. Muslim 2653.

[4] Taqriib Tadmuriyah hal 86-87, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin. Penerbit Daarul Bashiiroh.

[5] Lihat Syarh Ushuulil Iman hal 53-54. Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin. Penerbit Daarul Qasim. Cetakan pertama 1419 H

[6] HR. Muslim

[7] Diringkas dari Ma’aarijul Qobuul hal 503-509. Syaihk Hafidz bin Ahmad Hakami. Penerbit Darul Kutub ‘Ilmiyah. Cetakan pertama 1424 H/2004 M

[8] Lihat Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid hal 49-51. Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi. Penerbit Daar Adwaus Salaf. Cetakan pertama 1428/2007

[9] Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqad hal 243-244. Syaikh Sholih Al Fauzan. Penerbit Maktabah Salsabiil Cetakan pertama tahun 2006.

[10] Lihat Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah hal 45, Syaikh ‘Utsaimin.

[11] HR. Muslim 2664

[12] Lihat Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqad hal 245-246.

[13] Syarh Ushuulil Iman hal 57-58. 
                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar