ALLAH SATU TUJUAN

SELAMAT DATANG DI WEB CINTA KEPADA ALLAHLAH CINTA YANG HAKIKI

BERITA DUNIA ISLAM

Syaikh Al Abani rohimahullah berbicara tentang Wahabi

Syaikh Al Abani rahimahullah berbicara tentang Wahabi
Ulama Ahlus Sunnah dari Amman, Yordania.
Penanya : Seseorang bertanya, “kami sering mendengar tentang wahabiyah/wahabi dan kami mendengar pula bahwa para pengikut wahabiyah membenci shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam dan tidak mau menziarahi makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam. Lalu sebagian syaikh mengatakan sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam telah mengabarkan keadaan mereka ini saat beliau bersabda, “najed adalah tanduk Syaiton.” Bagaimanakah jawaban anda mengenai hal ini ?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah menjawab:
Pada hakikatnya pertanyaan ini, sangat disayangkan, sangat mengakar dan mempengaruhi kaum muslimin. Adapun iklim yang telah menunjang tumbuhnya opini seperti ini dahulu adalah faktor politik, namun masa bagi faktor tersebut telah lama berlalu dan berakhir. Sebab, ia hanyalah manufer politik yang sengaja dilancarkan oleh daulah Attaturk (kerajaan Turki) tanpa landasan sama sekali, tapi sekedar mengalihkan perhatian.
Politik tersebut diciptakan oleh daulah attaturk pada saat munculnya seorang ahli ilmu dan tokoh pembaharu yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-, yang berasal dari bagian negeri Najed. Tokoh tersebut mengajak orang-orang disekitarnya kepada keikhlasan, beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Di antara fenomena kesyirikan itu, sangat disayangkan, masih saja ditemukan di sebagian negeri Islam, berbeda dengan negeri tempat munculnya sang pembaharu Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-. Negeri tersebut hingga saat ini, Alhamdulillah, tidak ditemukan padanya salah satu jenis syirik. Sementara fenomena syirik demikian marak di sebagian besar negeri Islam yang lain, Sebagai contoh, figur Khomaini dan saat meninggalnya serta pengumuman penunjukan makan beliau sebagai Ka’bah (tempat menunaikan haji) bagi penduduk Iran, ini merupakan bukti nyata dan berita tentang hal ini masih hangat bagi kalian.
Sang tokoh, Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-, ketika naik ke permukaan dalam rangka berdakwah untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sangat bertepatan dengan hikmah yang dikehendaki Allah Subhanahu Wata’ala. Pada saat itu, di negeri tersebut terdapat seorang pemimpin di antara sekian pemimpin negeri Najed, beliau adalah Su’ud leluhur keluarga yang saat ini sedang memerintah Saudi. Akhirnya syaikh (Muhammad bin abdul wahhab -rahimahullah-) dan pemimpin tersebut bekerja sama, ilmu dan pedang pun saling membantu. Mereka mulai menyebarkan dakwah tauhid di negeri Najed, mengajak manusia sekali waktu dengan lisan dan di waktu yang lain dengan pedang. Siap yang menyambut ajakan, maka itulah yang diharapkan. Sedang bila tidak demikian, maka tidak ada jalan lain kecuali menggunakan kekuatan.
Dakwah tersebut berhasil menyebar hingga sampai ke negeri-negeri yang lain. Sementara perlu diketahui bahwa saat itu negeri Najed serta wilayah sekitarnya seperti Irak, Yordan, dan wilayah-wilayah lain berada di bawah kekuasaan Attaturk sebagai khilafah turun-temurun. Kemudian tokoh ini dengan ilmunya serta pemimpin tersebut dengan kepemimpinannya mulai populer. Dari sini, penguasa Attaturk merasa khawatir jika muncul di dunia Islam satu kekuatan yang mampu menyaingi kekuasaan Daulah Attaturk. Maka, mereka berkehendak membabat habis dakwah ini sebelum sempat beranjak dari negeri kelahirannya. Hal itu mereka tempuh dengan cara menggencarkan propaganda bohong mengenai dakwah tersebut, sebagaimana terungkap dalam pertanyaan di atas ataupun pernyataan serupa yang sering kita dengar.
Di atas telah aku katakan, bahwa faktor utamanya adalah konflik politik, akan tetapi konflik politik tersebut telah berakhir dan bukan tujuan kami hendak membahas sejarah. Adapun faktor lain yang turut andil bagi tersebarnya opini tidak benar terhadap dakwah ini adalah ketidaktahuan sebagian orang terhadap hakikat dakwah ini. Hal ini mengingatkan ku akan suatu cerita yang pernah aku baca di sebuah majalah, yaitu bahwa dua orang laki-laki sedang bertukar pikiran mengenai jalan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- yang mereka cap dengan sebutan Wahabiyah. Kalau saja manusia mau memikirkan apa yang akan mereka katakan, niscaya pemberian cap ini saja sudah cukup membuktikan kesalahan mereka dalam menyikapi dakwah ini. Sebab kata Wahabiyah bila ditelusuri merupakan pecahan dari kata dasar Wahab. Lalu siapakah Al-Wahab itu ? tidak lain adalah Allah Tabaraka Wata’ala.
Kalau begitu, pemberian cap bagi dakwah ini dengan sebutan Wahabiyah justru menjadikannya mulia dan bukan malah meruntuhkannya. Akan tetapi sebutan itu sama seperti apa yang mereka katakan tentang kami di Suriah, “Di telinga mereka, hal itu adalah sesuatu yang menakutkan sekali”. Begitu juga perkataan “Wahabiyah tidak memiliki keyakinan terhadap Rosul, atau mereka tidak beriman kepada Allah Ta’ala.”
Pembahasan ini telah mengingatkanku akan dua orang yang bertukar pikiran tersebut. Seorang yang bodoh mengklaim bahwa golongan Wahabiyah hanya beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala, adapun Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam tidak menjadi bagian keyakinan mereka. Tidak ada yang mereka ucapkan kecuali “Laa Ilaha Illallaah (Tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah).
Sehubungan dengan ini di Negeri Syam, ada cerita yang mesti aku sampaikan. Mereka biasa mengatakan “Mobil duta besar Saudi lewat dan ternyata diiringi oleh bendera melambai-lambai bertuliskan Laa Ilaha Illallaah wa Muhammad Rosulullaah.”
Wahai kaum muslimin, bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Bagaimana kalian mengatakan terhadap orang-orang itu bahwa mereka tidak beriman kecuali hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sementara bendera mereka merupakan satu-satunya bendera di dunia yang bertuliskan simbol Tauhid, dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam telah bersabda tentang hal itu, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rosulullaah. Apabila mereka mengatakan hal itu, sungguh telah terlindung dariku harta dan darah mereka. Adapun Hisab (perhitungan amalan) mereka terserah kepada Allah Subhanahu Wata’ala “.
Mengapa kalian melancarkan tuduhan dusta kepada mereka?! Lihatlah, bendera mereka ini menjulang tinggi untuk mengungkapkan keimanan yang ada di hati mereka.
Ini dari satu sisi, sementara dari sisi lain yang lebih besar dan lebih penting, “Mungkin saja dikatakan bahwa bendera tersebut hanyalah kepalsuan, yakni sekedar propaganda yang memiliki maksud tersendiri… dan seterusnya”, Akan tetapi, tidaklah mereka perhatikan bagaimana hingga saat ini manusia melaksanakan haji setiap waktu dengan nyaman dan aman. Keadaan seperti ini tidak pernah dinikmati (setelah masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam dan beberapa Khalifah terdahulu, peny), pada masa Attaturk yang telah melancarkan tuduhan dusta untuk merusak citra dakwah ini. Kalian semua mengetahui bahwa seringkali terjadi pada bapak-bapak kita, terlebih kakek-kakek kita, bila hendak berangkat menunaikan haji harus menyertakan pasukan bersenjata demi untuk mengamankan jamaah haji tersebut dari para penyamun dan perampok.
Maha suci Allah, kondisi ini telah berakhir. Namun dengan sebab apa? Tentu saja dengan sebab politik yang diterapkan oleh jamaah yang mereka namakan golongan wahabiyah hingga saat ini.
Seandainya bendera yang melambaikan keimanan shahih dan tauhid yang benar disertai keimanan bahwa Muhammad adalah Rosulullah itu hanyalah pernyataan palsu dan kedustaan belaka, namun tidakkah kalian perhatikan bagaimana mereka demikian tekunnya di dalam Masjid untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Mereka mengumandangkan adzan sebagaimana adzan yang dikumandangkan di seluruh negeri Islam lainnya. Demi Allah, kecuali tambahan (penambahan azan, ed) yang biasa diucapkan (dilakukan, ed) pada bagian awal dan akhir adzan seperti yang terdapat di berbagai negeri Islam lain, sesungguhnya tambahan ini tidaklah ditemukan di sana (Saudi). Hal itu mereka lakukan dalam rangka menerapkan Sunnah, bukan sebagai fenomena pengingkaran terhadap Rosul Islam serta Rosul bagi manusia secara keseluruhan. Akan tetapi semata-mata hanyalah untuk mengikuti generasi salaf. Semua kebaikan adalah dengan mengikuti golongan salaf, sementara segala keburukan terdapat pada bid’ah dan kaum khalaf.
Hingga saat ini, manusia menunaikan ibadah haji dan mendengarkan adzan dengan kalimat persaksian akan keesaan Allah Subhanahu Wata’ala serta persaksian terhadap Nabi-Nya sebagai pengemban Risalah. Kemudian mereka sholat seperti sholat yang kita lakukan, dan bersholawat terhadap Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam- setiap kali namanya disebut. Barangkali mereka lebih banyak bersholawat dibandingkan orang-orang yang menuduh bahwa mereka tidak mencintai dan tidak mau bersholawat atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam.
Wahai jamaah sekalian, takutlah kalian kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kedustaan yang digemborkan ini telah dibantah oleh kenyataan kondisi mereka. Sebab tidak mungkin bagi mereka memperturuti keinginan orang-orang yang berada di negeri mereka. Akan tetapi yang mereka tampilkan tidak lain lahir dari lubuk hati, keimanan terhadap kalimat “Laa ilaha Illallaah wa anna Muhammad Rosulullaah” serta semangat untuk mengikuti manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam tanpa menambah-nambah, tidak tidak (bukan, ed) aku katakan tidak mengurangi. Sebab kekurangan adalah tabiat manusia, tidak ada manusia yang mampu untuk menghindar darinya. Akan tetapi dari segi Akidah tidak dilebihkan dan tidak dikurangi dari yang semestinya. Sedangkan dari segi ibadah tidak dilebihkan namun bisa saja kurang dari yang semestinya. Misalnya sebagian mereka tidak melakukan sholat di waktu malam di saat manusia tertidur, dan ini adalah kekurangan. Namun kekurangan ini tidak mempengaruhi akidah serta tidak mengurangi nilai keislaman yang dimiliki. Kalimat Wahabiyah masih saja dijadikan bahan untuk melakukan tuduhan suatu kelompok masyarakat mengenai perkara-perkara yang mereka berlepas daripadanya sebagaimana dikatakan “terbebasnya serigala dari darah putra Ya’qub.”
Wallaahu a’lam bisshowab.


Kondisi umat islam di Cina yang menyedihkan

Sebuah artikel yang ditulis oleh Abdullah Manshur di majalah Turkistan, Al Islamiyah, menceritakan bagaimana kejahatan rezim Komunis Cina di Turkistan Timur. Panjangnya catatan kejahatan rezim Cina ini ironisnya dengan rapi ditutupi dan tidak diketahui oleh kaum Muslimin. Rezim komunis Cina di bawah kepemimpinan Mao Tse Tung telah membantai sebanyak 4,5 juta muslim. Mereka juga mengembargo ekonomi kaum Muslimin di Uighur di Turkistan Timur dan melarang mereka untuk menduduki jabatan pemerintahan serta mencegah mereka dari berhubungan dengan kaum Muslimin lainnya di luar Turkistan, dan juga melarang mereka untuk pergi ke luar negeri. Rezim Cina ini juga memerangi Islam, diantaranya dengan mengumunkan secara resmi bahwa Islam adalah agama di luar undang-undang dan siapa saja yang mengikuti agama ini maka dia akan di cap sebagai teroris fundamental.

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, mereka juga melarang atau menutup masjid-masjid dan sekolah Islam, memaksa perempuan muslimah untuk membatasi kelahiran, bahkan menggugurkan janin di perut ibunya. Mereka juga menangkapi para ulama dan menjebloskan ke penjara tanpa tuduhan apapun kecuali dengan dalih memberantas terorisme.

Lebih sadis lagi, rezim Cina ini berusaha membumi hanguskan kaum Muslimin Turkistan secara sistematis. Mereka, menyebarkan wabah penyakit di antara penduduk Muslim Turkistan, menerapkan kebijakan pembersihan etnis muslim dengan menculik muslimah Turkistan dan memindahkan mereka ke Cina.

Syekh Abu Mush’ab As Suri dalam bukunya juga memerinci kejahatan dan kekejaman rezim Komunis Cina, tidak jauh berbeda. Tindakan paling biadab yang mereka lakukan adalah melakukan uji coba nuklir di daerah pendudukan Turkistan, yang selain menyebabkan kerusakan lingkungan juga menyebarkan penyakit berbahaya di antara penduduk Turkistan.

Tentu saja tindakan biadab ini akan membangkitkan kemarahan kaum Muslimin dan mengobarkan semangat jihad untuk menghilangkan kesewenang-wenangan dan kedzoliman yang dilakukan rezim Komunis Cina.
======================================
International Jihad Analysis – Sesungguhnya sejarah Islam penuh dengan pengorbanan para lelaki perwira yang lebih mengutamakan aqidah mereka daripada diri mereka sendiri secara yakin dan penuh pengharapan pahala dari Allah.

Di awal bulan Robiul Awal, bulan dimana kaum Muslimin biasanya mengenang jejak perjuangan Rasulullah SAW dalam memperjuangkan Islam, terdengar panggilan dan teriakan minta tolong dari saudara-saudara Muslim di Turkistan Timur.  Sebuah kelompok jihad yang menamakan dirinya Al Hizbul Islamy At-Turkistany, telah menulis sebuah surat, melalui Media Al Fajr,  yang ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin agar menengok nasib saudara mereka di bumi yang pernah berjaya dengan Islam dan kini berada di bawah penindasan dan kedzoliman rezim Sosialis Komunis Cina. Dengan pasukan bersenjata, dan tekanan politik yang keras, rezim Sosialis Komunis Cina telah menistakan kemuliaan Islam dengan mengatakan bahwa ia (Islam) adalah Candu bagi masyarakat. Bahkan mereka membuat undang-undang khusus yang melarang siapa pun untuk memeluk dan beriltilzam dengan Islam, melarang ta’lim, mengajar dan mempelajari Al Qur’an , dan memenjarakan mereka yang nekat melakukannya.
   
Sebuah pembantaian dan perang terhadap Islam dan kaum Muslimin saat ini tengah berlangsung di negeri yang dahulu pernah menjadi negeri Islam. Syi’ar-syi’ar Islam dilarang, ribuan mushhaf dan kitab-kitab Islam dibakar. Kumandang adzan dilarang di masjid-masjid. Sungguh sebuah penghinaan dan pelecehan Islam oleh rezim Sosialis Komunis Cina.

Lebih kejam lagi, para pemuda yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang menunaikan shalat, perempuan dilarang memakai hijab dan penjara serta siksaan menanti jika kaum Muslimin melawan. Juta’an muslimah dikirim ke Cina dengan alasan memberikan pekerjaan. Sementara itu, sejumlah besar orang-orang Cina dikirim ke Turkistan untuk mencampuradukkan nasab (keturunan) antara mereka dengan kaum Muslimin Turkistan. Setiap perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan ini sudah pasti akan dipenjara, dikenai denda uang dan berbagai jenis penindasan dan penghinaan. Sebuah tindakan yang sudah pasti menimbulkan ghiroh (kecemburuan) di dada setiap muslim dimanapun mereka berada.

Turkistan Timur di Bawah Rezim Sosialis Komunis Cina

Dalam buku Jihad Asia Tengah, Perang Akhir Zaman, karya Syekh Abu Mus’ah As Suri, yang diterbitkan oleh Ar Rahmah Media, di bagian akhir buku tersebut dibahas tentang Turkistan yang merupakan wilayah strategis dan berpotensi untuk menjadi ladang jihad. Berikut analisis beliau.

Wilayah Turkistan berada di Asia Tengah, dimana bagian timur berbatasan dengan Cina dan Mongolia. Bagian Barat dengan Kaspia dan sungai Ural. Bagian selatan berbatasan dengan Tibet, Kashmir, Pakistan, Afghanistan, Iran, Mongolia Utara dan Siberia. Ada dua penjajah yang bergabung untuk menguasai wilayah ini, yakni Uni Soviet (di masa lalu)  dan Republik Rakyat Cina (sampai saat ini) di bawah perjanjian Nerchinsk pada bulan Agustus 1689. perjanjian ini berakhir dengan adanya perjanjian St. Petersburg pada bulan Februari 1981.

Wilayah bagian Barat yang (dahulu) dijajah oleh Uni Soviet dikenal dengan nama Turkistan Barat. Sementara itu, bagian Timur dijajah oleh Republik Rakyat Cina dan dikenal dengan nama Turkistan Timur. Turkistan Timur inilah yang saat ini berada di bawah tekanan dan penindasan rezim Sosialis Komunis Cina.

Luas Turkistan Timur adalah 1.750.734 km2 dan ini sekitar dua kali wilayah Mesir dan juga dua kali wilayah Pakistan. Turkistan Timur adalah sebuah wilayah dimana jarak dengan laut terdekat berjarak sekitar 1900 km. Wilayahnya sebagian besar terdiri dari semi-padang pasir dan berbatasan dengan garis-garis batas yang berupa tiga pegunungan dan lembah sungai.

Rezim Sosialis Komunis Cina menyebut Turkistan Timur dengan nama Xinjiang. Daerah ini juga mencakup sebagian besar wilayah Aksai Chin, yang diklaim oleh rezim kafir India sebagai bagian dari negara bagian Jammu dan Kashmir. Xinjiang yang secara harfiah bermakna ‘Perbatasan Baru’ atau ‘Daerah Baru’ menjadi semakin diperebutkan mengingat sumber daya alam dan ekonominya yang sangat luar biasa. Kaum Muslimin lebih suka menyebutnya Turkistan Timur atau Uighuristan.

Syekh Abu Mush’ab As Suri dalam bukunya tersebut juga mengatakan bahwa Turkistan Timur adalah salah satu negara terkaya di antara negara-negara di wilayah itu karena berlimpahnya mineral yang terkandung di tanah ini, yang menyokong tulang punggung perekonomian Cina. Negara ini juga mengandung minyak dan bahan tambang penting lain. Turkistan Timur diperkirakan menjadi penyedia minyak bumi terbesar kedua di dunia setelah Timur Tengah. Produksi rata-rata tahunannya 5 juta ton. Besi juga merupakan hasil tambang dengan jumlah produksi tahunan sekitar 250 juta ton. Terdapat lebih dari 56 tambang emas. Sedang untuk stok uranium, masih sekitar 12 ton(?). Produksi batu garam rata-rata tahunan adalah 450.000 ton, sedang persediaan (cadangan) batu garam cukup untuk seluruh dunia selama 1000 tahun.
Kekayaan alam Turkistan Timur pastinya menambah kerakusan dan nafsu menguasai dan menindas rezim Cina terhadap kaum Muslimin Turkistan Timur. Sebagaimana disampaikan Pusat Media Al Hizbul Islamy At-Turkistany bahwa sesungguhnya pertarungan yang terjadi antara kaum muslimin Turkistan dan rezim komunis Cina sejatinya adalah pertarungan antara islam dan kekafiran, antara haq dan batil. Lintasan sejarah panjang Turkistan pun menunjukkan hal tersebut.

Islam pertama kali masuk ke Turkistan pada pada masa khalifah Bani Umayyah, yakni Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 96 H (715 M) melalui tangan komandan mujahid, Qutaybah bin Muslim rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) yang berhasil memasuki kota Kashgeer. Ketika berakhirnya Khilafah Bani Umayyah dan dimulainya Khilafah Bani Abbasiah pada abad ketiga hijriyah, Sultan Khakan, “Satok Bograkhan” (dikenal juga dengan nama Abdul Karim) menjadikan agama Islam sebagai Agama negara. Turkistan menjadi negara Islam merdeka selama sembilan abad dan sejak saat itu penduduk negara itu telah menjadi muslim, hingga berakhirnya masa Daulah Islamiyyah terakhir yang runtuh pada tahun 1355 H.
Pada Abad ke 18 M terlihat bahwa beberapa bagian dari dunia Islam menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa dan Asia.Di Asia, para penjajah yaitu Rusia dan Cina sepakat membagi tanah kaum Muslimin di Turkish melalui beberapa perjanjian. Jatuhnya wilayah ini dengan penyerahan ke tangan Cina setelah menelan korban 1.200.000 warga Turkistan dan 22.000 keluarga Turkistan terasing ke Cina.

Kaum muslimin yang memendam dendam di Turkistan Timur memberontak melawan penjajah Cina  dan penindasan Budha dalam tujuh pemberontakan dengan kekuatan besar. Pemberontakan terakhir  terjadi tahun 1863 yang menjadikan Turkistan Timur merdeka dari kekuasaan Cina dan terbentuknya kerajaan yang merdeka pada abad ke-19 M. pembentukan pemerintahan lokal di lima wilayah, kesemuanya di bawah pemerintahan Attalik Ghazi Yakub Bek, yang dianugerahi gelar Sulthan Utsmani dan Amirul Mukminin. Attalik adalah orang yang baik yang membangun masjid-masjid dan sekolah-sekolah Islam, beberapa diantaranya masih berdiri hingga kini. Akan tetapi pembaharuan ambisi kolonial Rusia dan Cina, menjadikan Cina menduduki Turkistan Timur sekali lagi pada tahun 1878. Wilayah ini kemudian dianeksasi pada tanggal 18 November 1884, dan dijadikan sebagai sebuah propinsi bagian kekaisaran Cina. Turkistan Timur kemudian dinamai Xinjiang dan Urumqi dijadikan sebagai ibu kotanya.

Revolusi Turkistan melawan Cina, dengan sejuta kaum muslimin terbunuh ketika mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Cina. Pemerintahan Cina secara kejam dan bengis menyiksa dan menekan para pejuang Turkistan. Perburuan terhadap mereka meningkat, akan tetapi perjuangan dan perlawanan mereka makin teguh, hingga salah satu pemimpin harakah Islam, Abdul Qodir Damulla, memerdekakan negeri ini dan mendirikan Republik Turkistan Timur di Kashger pada 12 November 1933. Akan tetapi Raja muda Cina Sheng Shicai mampu mengurangi pemberontakan dan menguasai kembali negara ini bersama Rusia dengan segala kekuatan yang diperlukan dan mengerikan pada bulan Juli 1934. Mereka kembali menduduki negeri kaum muslimin yang masih muda (baru merdeka) ini.
Pada tahun 1949, komandan pasukan Cina di Turkistan Timur menaklukan negeri ini dan menyerahkannya ke Mao Tse Tung, pemimpin Partai Komunis Cina. Pasukan Cina Komunis memasuki Turkistan Timur pada bulan Oktober 1949 dan mulailah era rezim Sosialis Komunis Cina, dan ketidak adilan dalam sejarah muslimin Turkistan Timur.

Panggilan Jihad Dari Turkistan Timur

Pembentukan gerakan jihad, Al Hizbul Islamy At Turkistany, sebagaimana rilis mereka, adalah panggilan atau kewajiban muslim Turkistan khususnya untuk menghilangkan tragedi yang diderita muslim Turkistan tersebut. Sejak 10 tahun yang lalu, jama’ah jihad Al Hizbul Islamy At-Turkistany ini dibentuk dan dikelola oleh para ulama, dan para pelajar ilmu syar’I, untuk kemudian melaksanakan dakwah dan bimbingan kepada para pemuda muslim dan kepada orang-orang yang awak dengan didasari pada dakwah kepada tauhid dan mengikuti aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah menurut Al-Kitab (Al Qur’an ) dan As Sunnah (hadits).

Maka, jama’ah jihad ini pun mulai meretas jalan jihad dan dakwah, I’dad imany dan I’dad askary sebagai bentuk manhaj dalam sebuah jama’ah yang menuju perubahan.  Mereka mengatakan bahwa jalan tersebut ditempuh untuk mengembalikan penerapan syari’at Allah di bumi Turkistan dan seluruh negeri Islam. Dalam perjalanan mereka, telah ratusan syuhada, janda, dan anak yatim mereka persembahkan.

Salah satu pejuang Islam, mujahid, yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk jihad di Turkistan adalah Hasan Makhdum, rahimahullah, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Muhammad, atau Jundullah. Beliau adalah penggagas Al Hizbul Islami At Turkistany, yang pertama kali menyeru mujahidin Turkistan untuk mengambil bagian mereka dalam mewujudkan Khilafah Islamiyah dan jihad fie Sabilillah di Turkistan.

Kini, Jama’ah Jihad, Al Hizbul Islamy At Turkistany, di bawah kepemimpinan Al Akh Abdul Haq, mengajak seluruh kaum Muslimin untuk  memberikan dukungan kepada saudara-saudara se-dien dan se-aqidah, baik berupa nasehat, bimbingan, do’a sholih, dan tentu saja bantuan kongkrit lainnya untuk menyelesaikan problem bagi seluruh umat Islam, khususnya di Turkistan Timur. Mereka memanggil kaum Muslimin dimana pun dengan panggilan jihad untuk membantu mereka, saudara-saudara kita seiman hingga penjajah kafir yang atehis itu hengkang dari negeri kaum Muslimin dan hingga daulah Islaiyyah tegak dengan idzin Allah.

Syekh Abu Mush’ab As Suri dalam bukunya Jihad Di Asia Tengah, Perang Akhir Zaman, bahkan menyemangati kaum Muslimin untuk mendukung Jihad Di Asia Tengah, termasuk wilayah Turkistan Timur. Menurut beliau, dalam kegelapan ini,  ada seberkas sinar harapan dan tanda-tanda turunnya fajar dari sebuah negara Islam yang gemilang dan tanda-tanda kembalinya Darul Islam dan panji-panji syariah di atas Afghanistan. Kaum muslimin yang berada di tanah-tanah penindasan datang, merangsek, bersama memenuhi puncak-puncak Khurasan. Taliban menerima banyak harapan sebagaimana saya sebutkan dalam laporan riset saya yang terdahulu; “Afghanistan dan Taliban dan peperangan Islam Hari ini”, yang menunjukkan tanda-tanda harapan pada jihad di Asia Tengah (di Tajikistan, Uzbekistan, Turkistan Timur dan beberapa wilayah lain).

Sebagai tambahan, seluruh ramalan dan tanda-tanda yang mengindikasi sudah dekatnya waktu berkumpulnya orang-orang di bawah panji kebenaran dan jihad di tanah ini, dan oleh karena itu, hal ini penting. Dari perspektif kaum muslimin, mereka harus menganggap hal ini serius dan berharap mengambil bagian dalam persoalan ini. Sayangnya, sebagian besar kaum muslimin masih berada dalam kebodohan dan sedikit yang menganggap penting mencapai tujuan ini. Dan sayangnya lagi, banyak dari muujahidin yang juga belum mengerti di wilayah ini. Padahal dalam waktu yang dekat ini. Mereka kemudian mengatur rencana agar segala sesuatunya wajar dalam pemikiran kita, bahkan bagi beberapa dari kami. Pentingnya jihad di Afghanistan dan Asia Tengah berasal dari perspektif syariah dan strategi yang meliputi baik aspek politik maupun militer dalam masalah ini.
Kini, jawaban dan pilihan ada pada kita semua, kaum Muslimin. Akankah kita membantu saudara-saudara Muslim kita yang saat ini sedang didzolimi oleh rezim Komunis Cina di Turkistan Timur ? Atau apakah kita akan berdiam diri dan santai-santai saja dengan keadaaan tersebut ?
 ”.. Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Anfal 8:72)


HIZBUTTAHRIR INDONESIA “MENGUTUK TRAGEDI PEMBANTAIAN MUSLIM XINJIANG –CINA”



Ibu kota wilayah Xinjiang, Urumqi, bergolak. Umat Islam etnis Uighur di sana masih terus terancam. Setelah aparat keamanan Cina membantai mereka dalam aksi protes terhadap kebijakan pemerintah Cina yang diskriminatif pada 5 Juli lalu yang membuat 156 orang tewas, 1434 ditahan dan lebih dari 1.000 lainnya terluka, kini giliran ribuan etnis Han, yang sengaja dimukimkan pemerintah Cina di wilayah Xinjiang, turun ke jalan-jalan di Urumqi, ibukota wilayah Xinjiang, guna memburu warga Muslim yang tidak berdaya. Kelompok Uighur di pengasingan menyebut adanya “genocide” (pembersihan massal) terhadap kaum Muslim di wilayah Xinjiang. Bersenjatakan pentungan dan lainnya, etnis Han memburu etnis Uighur. Warga Muslim yang tidak bisa menyelamatkan diri babak-belur hingga sekarat, menjadi bulan-bulanan kebrutalan etnis Han. Menurut saksi mata, tak satu pun etnis Han yang melakukan serangan itu ditahan polisi. 

Keberadaan muslim di wilayah Xinjiang, Cina, merupakan buah dari dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad dan para shahabat ke seluruh penjuru dunia. Adalah Khalifah Uthman ibn Affan yang memulai kontak dengan Cina. Setelah menundukkan Romawi dan Persia, Khalifah Uthman bin Affan mengirim delegasi yang dipimpin Sa’ad ibn Abi Waqqas ra ke Cina pada tahun 29 H (651 M). Misi delegasi ini adalah mengundang kaisar Cina untuk memeluk Islam. Delegasi itu lalu membangun Masjid di kota Kanton. Masjid ini dikenal hingga hari ini sebagai ‘Masjid Memorial’. 

Dari sini mulai tumbuh benih kebencian terhadap muslim di Cina. Akan tetapi keberadaan Khilafah saat itu membuat mereka terlindungi. Tidak ada satupun penindasan yang dibiarkan begitu saja kecuali dengan jihad fii sabilillah. Salah satu perang yang berkobar di perbatasan Cina terjadi di tahun 1334H. Meski berjumlah lebih sedikit, dengan bantuan Allah SWT, pasukan muslim berhasil menggempur pasukan Cina dengan telak. Setelah itu, umat Muslim sangat dihormati sebagai kekuatan yang diperhitungkan hingga mampu mengontrol sebagian besar Asia Tengah. 

Kemenangan demi kemenangan membuka pintu Cina bagi muslim untuk menyebarkan keindahan dan kebenaran Islam. Pendatang muslim generasi awal ini juga mendirikan mesjid, sekolah, dan madrasah. Di perkotaan, para ulama mendominasi. Madrasah menjadi tempat menimba ilmu bagi banyak pelajar. Pelajar datang dari berbagai wilayah termasuk Rusia dan India, sehingga benar-benar menjadi arti harfiah dari ungkapan ‘Belajarlah hingga ke Cina.” Di tahun 1790an, tercatat ada sekitar 30 ribu pelajar muslim. Kota Bukhara yang saat itu masih merupakan bagian dari Cina, menjadi terkenal dengan julukan sebagai ‘Pilar Islam.’ Di kota inilah, Imam Bukhari lahir dan dikenal sebagai ahli hadits.

Tapi keadaan itu kemudian berubah sejak komunis menguasai wilayah muslim itu di tahun 1949. Mereka terus berusaha menghapus identitas dan budaya Islam di Xinjiang. Diskriminasi juga terjadi di bidang ekonomi. Wilayah Xinjiang yang sesesungguhnya sangat kaya yang memasok lebih dari 40 persen cadangan energi (minyak, gas dan batubara) Cina, tapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan. 

Sejak saat itu juga telah terjadi pemutusan komunikasi total sehingga tidak diketahui apa saja yang terjadi di sana. Penyelidikan mendalam menunjukkan keadaan yang sangat menyedihkan. Seseorang bisa diburu polisi karena ‘kejahatannya’ mengajarkan Qur’an kepada anak-anak. Sering juga terjadi razia terhadap umat Islam di Beijing. Penindasan terhadap umat Islam di sana memiliki satu tujuan: menghapus identitas Islam dari umat muslim. Menurut statistik kependudukan di tahun 1936, pemerintahan Kuomintang Republik Cina saat itu memperkirakan jumlah warga muslim sebesar 48.104.240 orang. Tapi sejak pemerintahan komunis, angka tersebut menurun menjadi 10 juta warga saja. Tidak ada penjelasan resmi, ke mana hilangnya 38 juta nyawa. Pembersihan massal seperti ini sangat luar biasa dan membuat apa yang terjadi di Tibet tidak ada apa-apanya. Padahal Barat begitu getolnya membela hak asasi pendeta dan Dalai Lama Tibet akibat pendudukan Cina di sana dan juga peristiwa Tiananmen Square, tapi tidak pernah peduli terhadap nasib umat Islam.

Di samping penghilangan secara fisik, Muslim juga sering dihujani dengan serangan yang mengancam identitas keislaman mereka. Masa Revolusi Budaya (1966-76) menunjukkan bagaimana brutalnya kebijakan dan sikap kaum Komunis. Ini terlihat dari poster yang terpampang di Beijing saat itu di tahun 1966, yang menyerukan penghapusan ritual Islam. Muslim juga dilarang untuk mempelajari bahasa tulis yang dipengaruhi oleh Arab, Turki dan Parsi. Pemerintah komunis juga menutup Masjid dan menyebarkan fitnah tentang Islam dan muslim. Properti wakaf disita dan masjid diduduki paksa. Kebijakan untuk membersihkan etnik muslim terus berlangsung. Etnik Han (mayoritas etnik di Cina, yang kafir) mulai banyak bertransmigrasi ke wilayah Xinjiang (Turkestan Timur untuk memastikan adanya mayoritas non-muslim di sana. Pada tahun 1949 hanya ada 2-3% etnik Han di sana, namun kini mereka mencapai 38%.

Meski ditindas oleh tirani pemerintah Cina, muslim di Xinjiang masih bertahan. Anak-anak muda mengenakan kalung berlogo bulan bintang, yang mirip dengan simbol yang digunakan Khilafah Uthmani di masa lalu. Tapi mengenakan kalung ini bisa berakibat penjeblosan ke penjara. Pernah di daerah Kajacou di Beijing, seorang muslim ditanya tentang anak-anaknya, yang ia jawab ada 6. Angka ini sangat tinggi karena hukum di Cina mengatakan bahwa muslim di Xinjiang hanya boleh punya anak 2 saja! 

Berkaitan dengan hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

Apa yang terjadi pada 5 Juli lalu dan aksi-aksi sesudahnya di wilayah Xinjiang, Cina ditambah dengan apa yang terjadi di wilayah lain di dunia seperti di Thailand Selatan, Philipina Selatan, Rohingnya, Myanmar, Jammu Khasmir dan lainnya menunjukkan bahwa umat Islam minoritas di manapun sesungguhnya dalam keadaan menderita, hidup dalam tekanan, penindasan dan perlakuan diskriminatif dari penguasa di wilayah itu. Slogan kebebasan, keadilan, persamaan dan perlakuan non diskriminasi dari demokrasi, HAM dan nilai-nilai sekuler hanyalah omong kosong. Ia tidak berlaku untuk umat Islam. Dunia akan ribut bila yang menjadi korban adalah warga Barat, tapi diam seribu basa bila yang menjadi korban adalah umat Islam. 

Kenyataan di atas juga menunjukkan bahwa demikian buruknya keadaan umat yang disebut al-Qur’an sebagai khayru ummat. Semua ini terjadi karena memang umat tidak memiliki pelindung (khalifah). Di sinilah letak pentingnya perjuangan penegakan Khilafah. Hanya bila umat Islam bersatu di bawah naungan Khilafah, harta, jiwa dan kehormatannya akan terjaga. Berkembangnya Islam ke berbagai belahan dunia, termasuk ke wilayah Cina tidak lain adalah berkat usaha yang dilakukan oleh para khalifah di masa lalu. Dan semasa khilafah masih eksis, mereka hidup dalam keadaan aman, tenteram, adil dan sejahtera. 

Memperingatkan pemerintah Cina untuk segera menghentikan kedzaliman. Kepada pemerintah Indonesia juga negara-negara Islam lain untuk menekan pemerintah Cina agar segera menghentikan kedzalimannya, dan memulihkan hak-hak muslim di sana. Sementara kepada umat umat Islam, diingatkan bahwa kenyataan-kenyataan di atas semestinya semakin menggelorakan semangat perjuangan penegakan khilafah, dan tidak lagi mempercayai doktrin dan intitusi sekuler yang sekarang ada. Umat Islam hanya bisa berharap pada Islam dan Khilafah.

Islam di Cina: Satu Terkulai, Seribu Nyali Terpicu

Pembantaian umat Islam di Urumqi, Cina, tak membuat nyali masyarakat muslim di Negeri Tirai Bambu itu kecut. Syiar Islam terus bergema, masjid-masjid tetap mengumandangkan adzan. Akar Islam tak akan pernah tercabut dari negeri Cina!

Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang, tiba-tiba bergejolak. Etnis Uyghur, yang ma¬yo¬ritas beragama Islam, tertekan. Mereka melakukan aksi protes terhadap kebijakan pe¬merintah Cina yang diskriminatif, pada 5 Juli lalu. Aparat keamanan Cina pun bertindak ke¬ras. Akibatnya 156 orang tewas, 1.434 ditahan, dan lebih dari 1.000 terluka. Setelah itu, giliran ribuan etnis Han, yang sengaja dimukimkan pemerintah Cina di wilayah Xinjiang, turun ke jalan-jalan di Urumqi, ibukota wilayah Xinjiang, memburu warga muslim yang tidak berdaya. Masyarakat Uyghur menyebut adanya genocide, pembersihan massal, terhadap ka¬um muslim di wilayah Xinjiang.

Bersenjatakan pentungan dan lainnya, etnis Han mem¬bu¬ru etnis Uyghur. Warga muslim yang tidak bisa menyelamatkan diri menjadi bulan-bulanan kebrutalan etnis Han, hingga babak-belur bahkan tidak sedikit yang sekarat. Menurut saksi mata, tak satu pun etnis Han yang melakukan serangan itu ditahan polisi.

Peristiwa tersebut tentu mengundang reaksi keras umat Islam di seluruh dunia. Organi¬sa¬si Konferensi Islam (OKI) mengutuk pembantaian tersebut, bahkan menganggapnya se¬ba¬gai pemusnahan umat Islam di Cina secara sistematis. Padahal, keberadaan muslim di wilayah Xinjiang sudah mengakar selama berabad-abad lalu. Sebaliknya, Cina bukan barang yang asing di telinga umat Islam. Sebuah hadits menyebutkan, “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.”

Yisilan Jiao

Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Tak bisa dipungkiri, umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Contohnya antara lain ilmu ketabiban, produksi kertas, dan bubuk mesiu. Dan kehebatan serta tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.

Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan“The Middle Kingdom”, julukan Cina. Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, pa¬ra pelaut dan saudagar Arab mengarungi ganasnya samudera. Mere¬ka mengangkat layar dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia. Perdagangan ini dikenal sebagai “Jalur Sutra”.

Pada zaman itu, terdapat dua Jalur Sutra. Satu Jalur Sutra Darat, melalui bagian barat Cina, satu lagi Jalur Sutra Laut. Jalur Sutra Darat lebih makmur pada permulaan, tapi akhirnya Jalur Sutra Laut menggantikan perannya.

Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Sri Lanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka melego jangkar di pelabuhan Guangzhou, atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.

Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan Cina tengah memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah awal Cina, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di Timur Tengah. Mereka menyebut pemerintahan Rasulullah SAW sebagai “Al-Madinah”.

Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao, yang berarti “agama yang murni”. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu, Nabi Muhammad SAW.

Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke Al-Habasha Abyssinia, Ethopia. Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraisy Jahiliyah. Mereka antara lain Ruqayyah RA, anak perempuan Nabi, Utsman bin Affan RA, suami Ruqayyah, Sa'ad bin Abi Waqqas RA, dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Ethopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsma¬ha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Di¬nasti Sui berkuasa (581 M-618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa'ad bin Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Se¬te¬lah sampai di Cina, Sa'ad kembali ke Arab, dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Al-Quran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M, kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugasi Sa'ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Ilahi ke daratan Cina. Konon, Sa'ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal se¬ba¬gai “Geys' Mazars”.

Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau Masjid Memo¬ri¬al di Canton, masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertakhta, umat Islam telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran selalu diemban orang Islam.

Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria (pekerja) muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Said alias So-Fei Er. Dia mendapat gelar “Bapak Komunitas Muslim di Cina”.

Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M-1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesem¬patan kepada imigran muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga penga¬ruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.

Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab, dan Uyghur untuk me¬ngu¬¬rus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak muslim yang memimpin dunia usaha di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang, adalah jende¬ral mus¬lim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho, se¬o¬rang pelaut muslim andal.

Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara muslim mulai dibatasi bahkan dila¬rang. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim imigran di Cina mulai menggunakan bahasa Cina. Arsitektur masjid pun mulai meng¬ikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Sete¬lah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk.

Masa Surut Islam di Cina

Hubungan muslimin dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, hubungan muslim dengan masya¬rakat Cina lainnya juga menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan ke-Islaman.

Menyembelih hewan qurban pada setiap ‘Idul Adha dilarang. Umat Islam tak bo¬leh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima, menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.

Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam, yang terdiri dari bangsa Han, Tibet, dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam i¬tu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Pan¬thay, yang terjadi di Provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.

Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (muslim), Meng (Mongol), dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu, dan Ningxia berada dalam kekuasaan muslim, yakni keluarga Ma.

Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya.

Pe¬me¬rintah mulai mengendurkan kebijakannya kepada muslim pada 1978. Kini Islam kem¬bali menggeliat di Cina. Itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas muslim antar-etnis di negeri ini.
Itulah kemungkinan yang menjadi salah satu sebab kenapa pemerintah komunis Cina khawatir, dan lebih memilih tindakan keras terhadap geliat masyarakat muslim di negeri itu.

Peran Nyata Umat Islam

Islam hadir di Cina sudah sangat lama. Waktunya hanya terpaut sedikit dari masa Nabi Muhammad SAW. Menurut catatan, delegasi pertama yang datang ke Cina pada tahun ke-29 H/.... M. Utusan itu dipimpin Sa’ad bin Abi Waqash. Dia diberi mandat oleh Khalifah ketiga Utsman bin Affan mengajak kaisar Cina Yung Wei masuk Islam. Sebelumnya hubungan bangsa Arab dan Cina terjalin melalui perdagangan.

Untuk menunjukkan kekaguman dan penghormatannya terhadap Islam, Kaisar lantas mendirikan masjid pertama di Cina. Masjid Canton (Memorial Mosque) sampai saat ini masih berdiri tegak dan telah berusia 14 abad. Masjid ini adalah saksi bisu perkembangan Islam di Negeri Tirai Bambu itu. Setelah itu, hubungan Islam dan Cina berkembang pesat, hingga muncul perkampungan muslim. Yang pertama dibangun adalah Cheng Aan. Itu berlangsung pada masa Dinasti Tang.

Setelah itu, ribuan muslim dari Arab, Persia, dan Asia Tengah menyerbu Cina, yang berada di puncak peradaban.

Pada tahun ke-133 H/.... M, terjadi pertempuran besar yang menentukan sejarah Islam di Asia Tengah. Pasukan muslim dipimpin Ziyad. Meski tak jelas berapa korbannya, Cina mengalami kekalahan menyedihkan dalam pertempuran kali itu. Setelah kemenangan tersebut, muslim mengontrol penuh hampir seluruh wilayah Asia Tengah.

Kemenangan itu membuka pintu lebar-lebar bagi ulama Islam.

Pada 138 H/.... M, Jenderal Lieu Chen melakukan pemberontakan melawan Kaisar Sehwan Tsung. Untuk menumpas pemberontakan itu, Kaisar memohon pertolongan Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah, Turki. Al-Mansur menyanggupi dengan mengirim 4.000 tentaranya ke Cina. Bantuan ini membuat Kaisar mampu menghadapi para pemberontak.

Itulah mula pertama tentara Turki hadir di Cina. Mereka menetap dan lantas menikahi wanita Cina. Saat ini ulama Cina berkembang, baik dalam bidang ilmu agama maupun filsafat dan sosial. Bahkan tak sedikit juga yang ikut mewarnai filsafat Confusius.

Namun belakangan umat Islam kembali menghadapi banyak masalah. Kehidupan yang sangat keras dialami saat Dinasti Manchu berkuasa (1644-1911 Masehi). Terjadi perseteruan paling keras, sehingga mengakibatkan lima kali perang. Yakni Perang Lanchu, Che Kanio, Singkiang, Uunanan, dan Shansi. Muslim mengalami kekalahan dalam pertempuran-pertempuran itu. Korban yang jatuh tak terhitung, hingga jumlah muslim tinggal sepertiganya.

Namun, beberapa waktu setelah kekalahan menyakitkan itu, jumlah muslim kembali berkembang. Diperkirakan, ada 60 juta umat Islam. Mereka bukan cuma mengerti teori, tapi juga praktek. Mereka mengenal rukun Islam, konsep halal dan haram, bahkan sempat memimpin peradaban di Cina.

Umat Islam punya babak baru pada masa Mao Tse Tung (1893-1976). Negarawan besar ini juga punya hubungan khusus dengan umat Islam. Ketika dia menetapkan markasnya ke Niyan, umat Islam Cina mendukungnya penuh. Bahkan sebagian musilm ikut bergabung dalam Tentara Merahnya, meski sebagian menyembunyikan agama asli.

Pada 1954 pemerintah menjamin kebebasan untuk melakukan shalat, upacara ri¬tual, budaya, dan sosial. Mereka juga diberi kebebasan terutama menjalin hubungan dengan muslim lain di dunia.

Belakangan memang pemerintah Cina memberi perlakuan khusus bagi mere¬ka. Caranya dengan memberikan otonomi atau provinsi khusus buat mereka. Peme¬rintah Cina memberi hak khusus kepada etnis minoritas.

Sebagai bukti, di luar dari 22 provinsi, ada lima daerah otonomi penuh yang didasarkan pada pengakuan atas hak warga minoritas, bukan saja muslim, tapi juga etnis lain. Wilayah itu adalah Zhuang di Guangxi Zhuangzu, Hui-wilayah muslim di Ning¬xia Huizu, Uyghurs di Xinjiang Uyghurs, Tibet di Tibet, dan Mongol di wilayah khusus Mongol.

Wilayah khusus lain dibedakan lantaran perjanjian dengan Inggris, seperti Hong Kong, yang telah dikembalikan secara resmi. Saat ini, jumlah muslim di Cina diperkirakan sudah mencapai 200 juta jiwa. Tentu ini bukan data resmi, sebab tak ada sensus khusus berbasis agama. Sebagi¬an besar muslim Cina adalah etnis Uyghur, Kazak, Kyrgyz, Uzbek, Tatar, dan Xinjiang.

Kental Muatan Lokal

Islam di Cina kental dengan muatan lokal. Kondisinya mirip dengan di Indonesia, terutama wilayah Jawa. Desain masjid atau rumah-rumah hunian muslim Cina mengambil budaya setempat. Warna merah, kuning, dan bahkan kepercayaan terhadap unsur yin dan yang juga diyakini umat Islam. Muslim Cina masih menghormati dan bahkan meyakini kepercayaan leluhur.

Arsitektur masjid, misalnya. Kubahnya dibuat model Cina. Pada pintunya terdapat tabir tipis dari plastik sebagai pencegah bala. Bagi masyarakat Cina, terlarang pintu yang menghadap ke depan. Biasanya pintu dibuat agak berliku. Dan jika langsung menghadap ke depan, akan ada tirai yang menghalangi.

Sebuah perbedaan yang bisa disaksikan secara kasatmata adalah bahwa muslim tinggal berkelompok. Ini memudahkan mereka mencari makanan halal. Hanya di perkampungan muslimlah kita mendapatkan daging dan makanan halal lain. Di tempat lain makanan halal sulit ditemukan.

Buku-buku agama pun ditulis dalam bahasa Han, sebagai bahasa nasional. Tapi, buku-buku kajian hadits, fiqih, akh¬laq, dan sejarah juga diterbitkan dalam bahasa lokal. Penulis seperti Ma Chu, Leo Tse, dan Chang Chung (1500-1700 M) adalah tokoh yang berjasa menerjemahkan teks Arab dan Persia ke dalam bahasa lokal. Bahkan di antara buku-buku tersebut ada yang ajarannya bercampur dengan ajaran filsafat Confusius.

Penerjemahan Al-Quran pertama dilakukan pada abad ke-19. Ma Pu Shu mencoba menerjemahkan lima juz saja. Meski belum lengkap, apa yang ia kerjakan sangat berjasa bagi muslim lokal.

Abad ke-20 adalah masa keberhasilan bagi umat Islam Cina. Sejumlah ulama berusaha meneruskan langkah Ma Pu Shu. Bukan saja Al-Quran, penerjemahan juga dilakukan terhadap teks agama lain, seperti kitab hadits Al-Arbaiin an-Nawawy. Adalah Syaikh Wang Jing Chai dan Yang Shi Chian yang sangat berjasa melakukannya.

Filsafat dan ilmu pengetahuan sosial lainnya adalah keuntungan yang diperoleh dari ulama Islam Cina. Telaah yang dilakukan Wang Dai Yu dan Liu Tsi pada masa Dinasti Ming dan Chend sangat berjasa bukan saja bagi pengembangan filsafat Islam, tapi juga pemikiran filsafat Cina.

Tokoh-tokoh Muslim Terkemuka

Dominasi peran muslim dalam lingkaran kekuasaan dinasti-dinasti Cina pada Abad Pertengahan telah melahirkan sejumlah tokoh muslim terkemuka. Sebut saja di antaranya Cheng Ho atau Zheng He, laksamana Cina yang menjelajahi dua benua dalam tujuh kali ekspedisi. Bersama Laksamana Cheng Ho, dikenal pula dua nama populer lainnya, yaitu Fei Xin, penerjemah andalan Cheng Ho, dan Ma Huan, seorang pengikut Ceng Ho.

Di kalangan militer sempat muncul tokoh-tokoh muslim yang menduduki jabatan puncak, khususnya pada Dinasti Ming, di antaranya Jenderal Chang Yuchun, pendiri Dinasti Ming, Hu Dahai, Lan Yu, Mu Ying. Sementara pada peristiwa pemberontakan Panthay, nama Du Wenxiu dan Ma Hualong menjadi tokoh sentralnya. Di samping itu, sejumlah muslim yang masuk dalam kelompok tentara Ma selama era Republik Cina memiliki ketokohan yang juga menyita perhatian banyak orang di saat itu, di antaranya Ma Bufang, Ma Chung-ying, Ma Fuxiang, Ma Hongkui, Ma Hong¬bin, Ma Lin, Ma Qi, Ma Hun-shan Bai Chongxi.

Para ilmuwan muslim Cina juga tampil di tengah-tengah pergulat-an keilmuan para cendekiawan di sana. Nama ilmuwan muslim yang cukup dikenal di Cina di antaranya Bai Shouyi, Tohti Tunyaz, sejarawan, Yusuf Ma Dexin, penerjemah Al-Quran pertama ke dalam bahasa Cina, Muhammad Ma Jian, penulis dan penerjemah Al-Quran terkemuka, Liu Zhi, penulis di era Dinasti Qing, Wang Daiyu, ahli astronomi pada era Dinasti Ming, Zhang Chengzhi, penulis kontemporer.

Dalam dunia politik, tokoh-tokoh muslim pun tampil tak kalah pamornya. Di antara mereka yang pernah duduk dalam pos-pos yang strategis adalah Hui Liangyu, wakil perdana menteri urusan pertanian RRC, Huseyincan Celil, imam Uyghur yang dipenjara di Cina, Xabib Yunic, menteri pendidikan Second East Turkistan Republic, Muhammad Amin Bughra, wakil ketua Second East Turkistan Republic.

Nama-nama seperti Noor Deen Mi Guangjiang, seorang ahli kaligrafi, Ma Xianda ahli bela diri, dan Ma Menta, pengurus Federasi Wushu Tongbei Rusia, juga muncul di antara tokoh-tokoh lainnya yang memberikan banyak kontribusi positif di Negeri Tirai Bambu itu.


Kekejaman Rezim  Komunis Cina terhadap Umat islam (Cina jauh lebih kejam daripada Yahudi-israel), Penderitaan Umat Islam Di China, Nasib tragis umat islam di Cina, Kondisi umat islam di Cina yang menyedihkan

Sebuah artikel yang ditulis oleh Abdullah Manshur di majalah Turkistan, Al Islamiyah, menceritakan bagaimana kejahatan rezim Komunis Cina di Turkistan Timur. Panjangnya catatan kejahatan rezim Cina ini ironisnya dengan rapi ditutupi dan tidak diketahui oleh kaum Muslimin. Rezim komunis Cina di bawah kepemimpinan Mao Tse Tung telah membantai sebanyak 4,5 juta muslim.

Mereka juga mengembargo ekonomi kaum Muslimin di Uighur di Turkistan Timur dan melarang mereka untuk menduduki jabatan pemerintahan serta mencegah mereka dari berhubungan dengan kaum Muslimin lainnya di luar Turkistan, dan juga melarang mereka untuk pergi ke luar negeri. Rezim Cina ini juga memerangi Islam, diantaranya dengan mengumunkan secara resmi bahwa Islam adalah agama di luar undang-undang dan siapa saja yang mengikuti agama ini maka dia akan di cap sebagai teroris fundamental.

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, mereka juga melarang atau menutup masjid-masjid dan sekolah Islam, memaksa perempuan muslimah untuk membatasi kelahiran, bahkan menggugurkan janin di perut ibunya. Mereka juga menangkapi para ulama dan menjebloskan ke penjara tanpa tuduhan apapun kecuali dengan dalih memberantas terorisme.

Lebih sadis lagi, rezim Cina ini berusaha membumi hanguskan kaum Muslimin Turkistan secara sistematis. Mereka, menyebarkan wabah penyakit di antara penduduk Muslim Turkistan, menerapkan kebijakan pembersihan etnis muslim dengan menculik muslimah Turkistan dan memindahkan mereka ke Cina.
Syekh Abu Mush'ab As Suri dalam bukunya juga memerinci kejahatan dan kekejaman rezim Komunis Cina, tidak jauh berbeda. Tindakan paling biadab yang mereka lakukan adalah melakukan uji coba nuklir di daerah pendudukan Turkistan, yang selain menyebabkan kerusakan lingkungan juga menyebarkan penyakit berbahaya di antara penduduk Turkistan.

Tentu saja tindakan biadab ini akan membangkitkan kemarahan kaum Muslimin dan mengobarkan semangat jihad untuk menghilangkan kesewenang-wenangan dan kedzoliman yang dilakukan rezim Komunis Cina.
=====           =====              =======      =======             ======   =====                                                      
International Jihad Analysis - Sesungguhnya sejarah Islam penuh dengan pengorbanan para lelaki perwira yang lebih mengutamakan aqidah mereka daripada diri mereka sendiri secara yakin dan penuh pengharapan pahala dari Allah.

Di awal bulan Robiul Awal, bulan dimana kaum Muslimin biasanya mengenang jejak perjuangan Rasulullah SAW dalam memperjuangkan Islam, terdengar panggilan dan teriakan minta tolong dari saudara-saudara Muslim di Turkistan Timur.  Sebuah kelompok jihad yang menamakan dirinya Al Hizbul Islamy At-Turkistany, telah menulis sebuah surat, melalui Media Al Fajr,  yang ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin agar menengok nasib saudara mereka di bumi yang pernah berjaya dengan Islam dan kini berada di bawah penindasan dan kedzoliman rezim Sosialis Komunis Cina.

Dengan pasukan bersenjata, dan tekanan politik yang keras, rezim Sosialis Komunis Cina telah menistakan kemuliaan Islam dengan mengatakan bahwa ia (Islam) adalah Candu bagi masyarakat. Bahkan mereka membuat undang-undang khusus yang melarang siapa pun untuk memeluk dan beriltilzam dengan Islam, melarang ta'lim, mengajar dan mempelajari Al Qur'an , dan memenjarakan mereka yang nekat melakukannya.
   
Sebuah pembantaian dan perang terhadap Islam dan kaum Muslimin saat ini tengah berlangsung di negeri yang dahulu pernah menjadi negeri Islam. Syi'ar-syi'ar Islam dilarang, ribuan mushhaf dan kitab-kitab Islam dibakar. Kumandang adzan dilarang di masjid-masjid. Sungguh sebuah penghinaan dan pelecehan Islam oleh rezim Sosialis Komunis Cina.

Lebih kejam lagi, para pemuda yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang menunaikan shalat, perempuan dilarang memakai hijab dan penjara serta siksaan menanti jika kaum Muslimin melawan. Juta'an muslimah dikirim ke Cina dengan alasan memberikan pekerjaan. Sementara itu, sejumlah besar orang-orang Cina dikirim ke Turkistan untuk mencampuradukkan nasab (keturunan) antara mereka dengan kaum Muslimin Turkistan. Setiap perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan ini sudah pasti akan dipenjara, dikenai denda uang dan berbagai jenis penindasan dan penghinaan. Sebuah tindakan yang sudah pasti menimbulkan ghiroh (kecemburuan) di dada setiap muslim dimanapun mereka berada.

Turkistan Timur di Bawah Rezim Sosialis Komunis Cina

Dalam buku Jihad Asia Tengah, Perang Akhir Zaman, karya Syekh Abu Mus'ah As Suri, yang diterbitkan oleh Ar Rahmah Media, di bagian akhir buku tersebut dibahas tentang Turkistan yang merupakan wilayah strategis dan berpotensi untuk menjadi ladang jihad. Berikut analisis beliau.

Wilayah Turkistan berada di Asia Tengah, dimana bagian timur berbatasan dengan Cina dan Mongolia. Bagian Barat dengan Kaspia dan sungai Ural. Bagian selatan berbatasan dengan Tibet, Kashmir, Pakistan, Afghanistan, Iran, Mongolia Utara dan Siberia. Ada dua penjajah yang bergabung untuk menguasai wilayah ini, yakni Uni Soviet (di masa lalu)  dan Republik Rakyat Cina (sampai saat ini) di bawah perjanjian Nerchinsk pada bulan Agustus 1689. perjanjian ini berakhir dengan adanya perjanjian St. Petersburg pada bulan Februari 1981.

Wilayah bagian Barat yang (dahulu) dijajah oleh Uni Soviet dikenal dengan nama Turkistan Barat. Sementara itu, bagian Timur dijajah oleh Republik Rakyat Cina dan dikenal dengan nama Turkistan Timur. Turkistan Timur inilah yang saat ini berada di bawah tekanan dan penindasan rezim Sosialis Komunis Cina.
Luas Turkistan Timur adalah 1.750.734 km2 dan ini sekitar dua kali wilayah Mesir dan juga dua kali wilayah Pakistan. Turkistan Timur adalah sebuah wilayah dimana jarak dengan laut terdekat berjarak sekitar 1900 km. Wilayahnya sebagian besar terdiri dari semi-padang pasir dan berbatasan dengan garis-garis batas yang berupa tiga pegunungan dan lembah sungai.

Rezim Sosialis Komunis Cina menyebut Turkistan Timur dengan nama Xinjiang. Daerah ini juga mencakup sebagian besar wilayah Aksai Chin, yang diklaim oleh rezim kafir India sebagai bagian dari negara bagian Jammu dan Kashmir. Xinjiang yang secara harfiah bermakna 'Perbatasan Baru' atau 'Daerah Baru' menjadi semakin diperebutkan mengingat sumber daya alam dan ekonominya yang sangat luar biasa. Kaum Muslimin lebih suka menyebutnya Turkistan Timur atau Uighuristan.

Syekh Abu Mush'ab As Suri dalam bukunya tersebut juga mengatakan bahwa Turkistan Timur adalah salah satu negara terkaya di antara negara-negara di wilayah itu karena berlimpahnya mineral yang terkandung di tanah ini, yang menyokong tulang punggung perekonomian Cina. Negara ini juga mengandung minyak dan bahan tambang penting lain. Turkistan Timur diperkirakan menjadi penyedia minyak bumi terbesar kedua di dunia setelah Timur Tengah. Produksi rata-rata tahunannya 5 juta ton. Besi juga merupakan hasil tambang dengan jumlah produksi tahunan sekitar 250 juta ton. Terdapat lebih dari 56 tambang emas. Sedang untuk stok uranium, masih sekitar 12 ton(?). Produksi batu garam rata-rata tahunan adalah 450.000 ton, sedang persediaan (cadangan) batu garam cukup untuk seluruh dunia selama 1000 tahun.

Kekayaan alam Turkistan Timur pastinya menambah kerakusan dan nafsu menguasai dan menindas rezim Cina terhadap kaum Muslimin Turkistan Timur. Sebagaimana disampaikan Pusat Media Al Hizbul Islamy At-Turkistany bahwa sesungguhnya pertarungan yang terjadi antara kaum muslimin Turkistan dan rezim komunis Cina sejatinya adalah pertarungan antara islam dan kekafiran, antara haq dan batil. Lintasan sejarah panjang Turkistan pun menunjukkan hal tersebut.

Islam pertama kali masuk ke Turkistan pada pada masa khalifah Bani Umayyah, yakni Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 96 H (715 M) melalui tangan komandan mujahid, Qutaybah bin Muslim rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) yang berhasil memasuki kota Kashgeer. Ketika berakhirnya Khilafah Bani Umayyah dan dimulainya Khilafah Bani Abbasiah pada abad ketiga hijriyah, Sultan Khakan, "Satok Bograkhan" (dikenal juga dengan nama Abdul Karim) menjadikan agama Islam sebagai Agama negara. Turkistan menjadi negara Islam merdeka selama sembilan abad dan sejak saat itu penduduk negara itu telah menjadi muslim, hingga berakhirnya masa Daulah Islamiyyah terakhir yang runtuh pada tahun 1355 H.

Pada Abad ke 18 M terlihat bahwa beberapa bagian dari dunia Islam menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa dan Asia.Di Asia, para penjajah yaitu Rusia dan Cina sepakat membagi tanah kaum Muslimin di Turkish melalui beberapa perjanjian. Jatuhnya wilayah ini dengan penyerahan ke tangan Cina setelah menelan korban 1.200.000 warga Turkistan dan 22.000 keluarga Turkistan terasing ke Cina.

Kaum muslimin yang memendam dendam di Turkistan Timur memberontak melawan penjajah Cina  dan penindasan Budha dalam tujuh pemberontakan dengan kekuatan besar. Pemberontakan terakhir  terjadi tahun 1863 yang menjadikan Turkistan Timur merdeka dari kekuasaan Cina dan terbentuknya kerajaan yang merdeka pada abad ke-19 M. pembentukan pemerintahan lokal di lima wilayah, kesemuanya di bawah pemerintahan Attalik Ghazi Yakub Bek, yang dianugerahi gelar Sulthan Utsmani dan Amirul Mukminin.

Attalik adalah orang yang baik yang membangun masjid-masjid dan sekolah-sekolah Islam, beberapa diantaranya masih berdiri hingga kini. Akan tetapi pembaharuan ambisi kolonial Rusia dan Cina, menjadikan Cina menduduki Turkistan Timur sekali lagi pada tahun 1878. Wilayah ini kemudian dianeksasi pada tanggal 18 November 1884, dan dijadikan sebagai sebuah propinsi bagian kekaisaran Cina. Turkistan Timur kemudian dinamai Xinjiang dan Urumqi dijadikan sebagai ibu kotanya.

Revolusi Turkistan melawan Cina, dengan sejuta kaum muslimin terbunuh ketika mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Cina. Pemerintahan Cina secara kejam dan bengis menyiksa dan menekan para pejuang Turkistan. Perburuan terhadap mereka meningkat, akan tetapi perjuangan dan perlawanan mereka makin teguh, hingga salah satu pemimpin harakah Islam, Abdul Qodir Damulla, memerdekakan negeri ini dan mendirikan Republik Turkistan Timur di Kashger pada 12 November 1933. Akan tetapi Raja muda Cina Sheng Shicai mampu mengurangi pemberontakan dan menguasai kembali negara ini bersama Rusia dengan segala kekuatan yang diperlukan dan mengerikan pada bulan Juli 1934. Mereka kembali menduduki negeri kaum muslimin yang masih muda (baru merdeka) ini.

Pada tahun 1949, komandan pasukan Cina di Turkistan Timur menaklukan negeri ini dan menyerahkannya ke Mao Tse Tung, pemimpin Partai Komunis Cina. Pasukan Cina Komunis memasuki Turkistan Timur pada bulan Oktober 1949 dan mulailah era rezim Sosialis Komunis Cina, dan ketidak adilan dalam sejarah muslimin Turkistan Timur.

Panggilan Jihad Dari Turkistan Timur

Pembentukan gerakan jihad, Al Hizbul Islamy At Turkistany, sebagaimana rilis mereka, adalah panggilan atau kewajiban muslim Turkistan khususnya untuk menghilangkan tragedi yang diderita muslim Turkistan tersebut. Sejak 10 tahun yang lalu, jama'ah jihad Al Hizbul Islamy At-Turkistany ini dibentuk dan dikelola oleh para ulama, dan para pelajar ilmu syar'I, untuk kemudian melaksanakan dakwah dan bimbingan kepada para pemuda muslim dan kepada orang-orang yang awak dengan didasari pada dakwah kepada tauhid dan mengikuti aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah menurut Al-Kitab (Al Qur'an ) dan As Sunnah (hadits).

Maka, jama'ah jihad ini pun mulai meretas jalan jihad dan dakwah, I'dad imany dan I'dad askary sebagai bentuk manhaj dalam sebuah jama'ah yang menuju perubahan.  Mereka mengatakan bahwa jalan tersebut ditempuh untuk mengembalikan penerapan syari'at Allah di bumi Turkistan dan seluruh negeri Islam. Dalam perjalanan mereka, telah ratusan syuhada, janda, dan anak yatim mereka persembahkan.

Salah satu pejuang Islam, mujahid, yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk jihad di Turkistan adalah Hasan Makhdum, rahimahullah, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Muhammad, atau Jundullah. Beliau adalah penggagas Al Hizbul Islami At Turkistany, yang pertama kali menyeru mujahidin Turkistan untuk mengambil bagian mereka dalam mewujudkan Khilafah Islamiyah dan jihad fie Sabilillah di Turkistan.

Kini, Jama'ah Jihad, Al Hizbul Islamy At Turkistany, di bawah kepemimpinan Al Akh Abdul Haq, mengajak seluruh kaum Muslimin untuk  memberikan dukungan kepada saudara-saudara se-dien dan se-aqidah, baik berupa nasehat, bimbingan, do'a sholih, dan tentu saja bantuan kongkrit lainnya untuk menyelesaikan problem bagi seluruh umat Islam, khususnya di Turkistan Timur. Mereka memanggil kaum Muslimin dimana pun dengan panggilan jihad untuk membantu mereka, saudara-saudara kita seiman hingga penjajah kafir yang atehis itu hengkang dari negeri kaum Muslimin dan hingga daulah Islaiyyah tegak dengan idzin Allah.

Syekh Abu Mush'ab As Suri dalam bukunya Jihad Di Asia Tengah, Perang Akhir Zaman, bahkan menyemangati kaum Muslimin untuk mendukung Jihad Di Asia Tengah, termasuk wilayah Turkistan Timur. Menurut beliau, dalam kegelapan ini,  ada seberkas sinar harapan dan tanda-tanda turunnya fajar dari sebuah negara Islam yang gemilang dan tanda-tanda kembalinya Darul Islam dan panji-panji syariah di atas Afghanistan. Kaum muslimin yang berada di tanah-tanah penindasan datang, merangsek, bersama memenuhi puncak-puncak Khurasan. Taliban menerima banyak harapan sebagaimana saya sebutkan dalam laporan riset saya yang terdahulu; "Afghanistan dan Taliban dan peperangan Islam Hari ini", yang menunjukkan tanda-tanda harapan pada jihad di Asia Tengah (di Tajikistan, Uzbekistan, Turkistan Timur dan beberapa wilayah lain).

Sebagai tambahan, seluruh ramalan dan tanda-tanda yang mengindikasi sudah dekatnya waktu berkumpulnya orang-orang di bawah panji kebenaran dan jihad di tanah ini, dan oleh karena itu, hal ini penting. Dari perspektif kaum muslimin, mereka harus menganggap hal ini serius dan berharap mengambil bagian dalam persoalan ini. Sayangnya, sebagian besar kaum muslimin masih berada dalam kebodohan dan sedikit yang menganggap penting mencapai tujuan ini. Dan sayangnya lagi, banyak dari muujahidin yang juga belum mengerti di wilayah ini. Padahal dalam waktu yang dekat ini. Mereka kemudian mengatur rencana agar segala sesuatunya wajar dalam pemikiran kita, bahkan bagi beberapa dari kami. Pentingnya jihad di Afghanistan dan Asia Tengah berasal dari perspektif syariah dan strategi yang meliputi baik aspek politik maupun militer dalam masalah ini.

Kini, jawaban dan pilihan ada pada kita semua, kaum Muslimin. Akankah kita membantu saudara-saudara Muslim kita yang saat ini sedang didzolimi oleh rezim Komunis Cina di Turkistan Timur ? Atau apakah kita akan berdiam diri dan santai-santai saja dengan keadaaan tersebut ?

 ".. Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Al-Anfal 8:72)


Cina yang sebelumnya terkenal dengan nama RRC (Republik Rakyat China ) terletak di wilayah Asia Timur berbatasan dengan 14 negara tetangga Korea Utara, Mongolia, Rusia, Vietnam, Laos, Birma, India, Bhutan, Nepal, Pakistan dan negara-negara lainnya. Agama Islam telah tersebar di China selama lebih 1300 tahun.
Di China, terdapat 10 suku bangsa yang beragama Islam, termasuk etnik Huizu, Uygur, Kazakh, Kirgiz, Tajik, Uzbek, Tatar dan lain-lainnya. Penduduk Islam tinggal di merata tempat di seluruh China, terutamanya di bagian barat laut China, termasuk provinsi Gansu, Qinghai, Shanxi, Wilayah Autonomi Xinjiang dan Wilayah Autonomi Ningxia. Agama Islam sudah tidak asing bagi penduduk di negara ini. Ia telah menjadi salah satu agama yang penting di China.

Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain : Ruqayyah (anak perempuan Nabi),  Ustman bin Affan (suami Ruqayyah), Sa’ad bin Abi Waqqas (paman Rasulullah SAW) dan sejumlah sahabat lainnya.

Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M - 618 M).

Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa’ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa’ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran. Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M - kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina. Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars.

Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang pada tahun 651 M. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton - masjid pertama yang berdiri di daratan Cina. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Pada zaman Dinasti Song, agama Islam dianggap lebih mulia oleh rakyat China, agama Islam telah mulai berkembang di China dan kawasan kediaman penduduk beragama Islam lebih luas. Banyak orang asing yang beragama Islam tinggal di bandar Guangzhou di provinsi Guangdong dan bandar Quanzhou di provinsi Fujian secara berkumpulan. Masjid pada zaman Dinasti Song yang masih ada sekarang sudah tidak banyak, yang paling terkenal ialah masjid “Qing Jing Si” dibandar Quanzhou.

Zaman Dinasti Yuan merupakan zaman yang paling penting bagi perkembangan agama Islam di China, karena Agama Islam di China berkembang paling pesat dan paling makmur pada zaman itu dan mempunyai kedudukan yang penting, arena politik dan kehidupan masyarakat. Penduduk yang menganut agama Islam bertambah pesat, dan warga Islam China banyak mengadakan perhubungan dengan dunia Arab. Masjid di China pada zaman itu bertambah banyak. Selain bercirikan seni Arab, reka bentuknya telah menerima seni China, karena banyak menggunakan kayu yang diukir.

Pada zaman Dinasti Ming, perkembangan agama Islam di China telah menghadapi rintangan, maharaja pertama Dinasti Ming memandang rendah terhadap agama Islam. Baginda mengeluarkan perintah untuk melarang rakyat menyembelih lembu secara tersendiri dan beberapa dasar yang mendiskriminasi umat Islam, termasuk orang Islam tidak boleh menjadi pegawai kerajaan dan lain-lainnya. Ini telah mencetuskan kemarahan umat Islam di China dan penduduk Islam mengadakan pemberontakan di ibu kota negara.

Masjid dan Perkembangan Islam di Cina

Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Buddha Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW). Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.

Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban. Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.

Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom’ - julukan Cina.  Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar’ dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.

Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka. Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.

Kebudayaan Islam mempunyai kedudukan yang penting dalam kebudayaan China, umat Islam di China pernah memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangan sains dan teknologi China. Kalender yang dicipta oleh umat Islam pernah digunakan di China dalam waktu yang panjang. Alat pandu arah angkasa yang dicipta oleh seorang ahli ilmu falak yang bernama Zamaruddin pada Dinasti Yuan sangat populer di China. Ilmu matematik yang dikembangkan dari Arab telah diterima oleh orang China. Ilmu perobatan Arab juga menjadi sebagian daripada ilmu perobatan China.

Umat Islam juga terkenal dengan pembuatan meriam di China, Dinasti Yuan menggunakan sejenis meriam yang dikenali sebagai meriam etnik Huizu yang diciptakan oleh orang Islam China. Meriam itu tidak menggunakan bahan letupan, tetapi menggunakan batu sebagai peluru, dan meriam itu sangat populer di China pada zaman itu. Selain itu, orang Islam juga terkenal dengan teknik pembinaan dan menenun.

Untuk menunjukkan kekaguman dan penghormatannya terhadap Islam, kaisar lantas mendirikan masjid pertama di Cina. Masjid Canton (Memorial Mosque) sampai saat ini masih berdiri tegak dan telah berusia 14 abad. Masjid ini adalah saksi bisu perkembangan Islam di negeri tirai bambu itu. Setelah itu, hubungan Islam dan Cina berkembang pesat hingga muncul perkampungan Muslim. Yang pertama dibangun adalah Cheng Aan.

Pada tahun ke 133 Hijriah terjadi pertempuran besar yang menentukan sejarah Islam di Asia Tengah. Pasukan Muslim dipimpin Ziyad. Meski tak jelas berapa korbannya, Cina mengalami kekalahan menyedihkan dalam pertempuran kali ini. Setelah kemenangan itu, Muslim mengontrol penuh hampir seluruh wilayah Asia Tengah. Kemenangan itu membuka pintu lebar-lebar bagi ulama Islam.

Pada tahun 138 Hijrah, Jenderal Lieu Chen melakukan pemberontakan melawan Kaisar Sehwan Tsung. Untuk menumpas pemberontakan itu kaisar memohon pertolongan Khalifah Al Mansur dari dinasti Abbasiyah. Al Mansur menyanggupi dengan mengirim 4 ribu tentaranya ke Cina. Bantuan ini membuat kaisar bisa menghadapi para pemberontak.

Itulah mula pertama hingga tentara Turki mulai hadir di Cina. Mereka menetap dan lantas menikahi perempuan Cina. Saat ini ulama Cina berkembang baik dalam bidang ilmu agama maupun filsafat dan sosial.
Bahkan tak sedikit yang ikut mewarnai filsafat Confusius. Namun belakangan umat Islam menghadapi banyak masalah. Kehidupan yang sangat keras dialami saat dinasti Manchu berkuasa (1644-1911 Masehi). Terjadi perseteruan paling keras di mana terjadi lima kali perang yakni Lanchu, Che Kanio, Singkiang, Uunanan dan Shansi. Muslim mengalami kekalahan dalam pertempuran kali ini. Korban yang jatuh tak terhitung dan mengakibatkan menyusutnya jumlah Muslim hingga sepertiganya saja.

Setelah kekalahan menyakitkan itu jumlah Muslim kembali berkembang. Diperkirakan ada 60 juta umat Islam. Mereka bukan cuma mengerti teori tapi juga praktik. Mereka mengenal rukun Islam, konsep halal dan haram dan sempat memimpin peradaban di Cina. Umat Islam punya babak baru pada masa Mao Tse Tung (1893-1976). Negarawan besar ini juga punya hubungan khusus dengan umat Islam. Ketika dia menetapkan markasnya ke Niyan, umat Islam Cina mendukungnya penuh. Bahkan sebagian Musilm ikut bergabung dalam tentara Merahnya meski sebagian menyembunyikan agama asli.

Pada 1954 pemerintah menjamin kebebasan untuk melakukan shalat, upacara ritual dan budaya serta sosial sendiri. Sebagai perbandingan terhadap etnis minoritas lainnya, mereka juga diberi kebebasan terutama menjalin hubungan dengan muslim lain di dunia. Belakangan memang pemerintah Cina memberi perlakuan khusus bagi mereka. Caranya dengan memberikan otonomi atau provinsi khusus buat mereka. Pemerintah Cina memberi hak khusus kepada etnik minoritas. Sebagai bukti, di luar dari 22 provinsi ada lima daerah otonomi penuh yang didasarkan pada pengakuan atas hak warga minoritas bukan saja Muslim tapi juga etnik lain.

Wilayah itu adalah Zhuang di Guangxi Zhuangzu, Hui-wilayah muslim di Ningxia Huizu, Uygurs di Xinjiang Uygurs, Tibet di Tibet, dan Mongol di wilayah khusus Mongol. Wilayah khusus lain dibedakan lantaran perjanjian dengan Inggris seperti Hongkong yang telah dikembalikan secara resmi.

Kental Dengan Muatan Lokal

Islam di Cina kental dengan muatan lokal. Kondisinya mirip dengan di Indonesia terutama wilayah Jawa. Desain masjid atau rumah-rumah hunian Muslim Cina mengambil budaya setempat. Warna merah, kuning dan bahkan kepercayaan terhadap unsur yin dan yang juga diyakini umat Islam. Muslim Cina masih menghormati dan bahkan meyakini kepercayaan leluhur.

Arsitektur masjid misalnya. Kubahnya dibuat model Cina. Pada pintunya terdapat tabir tipis dari plastik sebagai pencegah bala. Bagi masyarakat Cina, terlarang pintu yang menghadap ke depan. Biasanya pintu dibuat agak berliku. Dan jika langsung menghadap depan akan ada tirai yang menghalangi. Sebuah perbedaan yang bisa disaksikan secara kasat mata adalah bahwa Muslim tinggal berkelompok. Ini memudahkan mereka mencari makanan halal. Hanya di perkampungan Muslim kita bisa mendapatkan daging dan makanan halal lain. Di tempat lain makanan halal sulit ditemukan. Buku-buku agamapun ditulis dalam bahasa Han. Hadis, fikih, ahlak dan sejarah diterbitkan dalam bahasa lokal.

Penulis seperti Ma Chu, Leo Tse dan Chang Chung (1500-1700 Masehi) adalah tokoh yang berjasa menerjemahkan teks Arab dan Parsi kedalam bahasa lokal. Bahkan di antara buku-buku tersebut ada yang ajarannya bercampur dengan pengajaran filsafat Confusius.  Penerjemahan Alquran pertama dilakukan pada abad 19. Ma Pu Shu mencoba menerjemahkan lima juz saja. Meski belum lengkap, apa yang ia kerjakan sangat berjasa bagi Muslim lokal. Abad 20 adalah masa sukses bagi umat Islam Cina. Sejumlah ulama berusaha meneruskan langkah Ma Pu Shu. Bukan saja Alquran, penerjemahan juga dilakukan terhadap teks agama lain seperti hadis Arbain an-Nawawy. Adalah Syaikh Wang Jing Chai dan Yang Shi Chian yang berjasa melakukannya.

Filsafat dan ilmu pengetahuan sosial lainnya adalah keuntungan yang diperoleh dari ulama Islam Cina. Telaah yang dilakukan Wang Dai Yu dan Liu Tsi pada masa Dinasti Ming dan Chend sangat berjasa bukan saja bagi pengembangan filsafat Islam tapi juga pemikiran filsafat Cina.

Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di Cina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei Er’. Dia bergelar `bapak’ komunitas Muslim di Cina.

Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han.Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho - seorang pelaut Muslim andal.

Masa Surut Islam di Daratan Cina

Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina. Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk.

Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima - menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.

Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mogol. Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan dari 1855 M hingga 1873 M.

Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya mendirikan Republik Cina. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang (Tibet) berada di bawah Republik Cina. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma. Kondisi umat Islam di Cina makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini Islam kembali menggeliat di Cina. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid serta aktivitas Muslim antaretnis di Cina. (Erni/berbagai sumber).


Sabtu, 18 September 2010

KEMENANGAN 
 

Akhirnya kita berjumpa dengan 1 Syawal 1431 H sebagai sebuah hari kemenangan bagi seluruh kaum Muslimin Setelah sebulan penuh menjalani Ibadah puasa Ramadhan dimana setiap harinya senantiasa di isi dengan amal Ibadah seperti tilawah, sholat tarawih secara berjamaah di Masjid, mengikuti acara pengajian, menyantuni anak yatim, memberikan buka puasa bersama dll. Tentunya perbuatan tersebut adalah perbuatan yang sangat baik sebab diperintahkan oleh Allah SWT kepada kaum Muslimin.

Pertanyaan kemudian adalah apakah amalan-amalan yang secara rutin kita laksanakan pada bulan Ramadhan tersebut  masih tetap berlanjut pasca Ramadhan? Sehingga subtansi dari puasa yang kita laksanakan yaitu taqwa benar-benar terwujud dalam aktivitas kehidupan 

sebagaimana firman Allah Swt :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (Al-Baqarah:183)

Sedangkan Makna Taqwa adalah menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala hal yang dilarangNya. Indikatornya tentunya kualitas maupun kuantitas ketaatan kita kepada Allah semakin meningkat. Baik amal pada level individu, kelompok maupun Negara sebagai variable-variable pelaksana Syariah.
Mencermati realitas faktual kondisi Kaum Muslimin, rangkaian adegan-adegan yang terus menerus menghantam Islam dan Umat Islam, mulai dari fitnah tuduhan terorisme, pelarangan busana Muslimah, penjajahan dan pembataian Kaum Muslimin di Paletina Irak Afganistan serta genosida terhadap Umat Islam Xinjiang (Turkistan Timur) oleh rezim komunis Cina, pelecehan seksual terhadap tahanan Muslim di Penjara Abu Ghraib Irak oleh tentara penjajah, pelarangan Pembangunan menara Masjid di Eropa,  pelecehan terhadap Baginda Rasulullah melalui karikatur sebagaimana yang diterbitkan oleh Koran Jilan Posten bahkan kartunisnya yaitu Kurt Westergaard  justru diberikan penghargaan oleh Kanselir Jerman Angela Markel, BBC (8/9) melaporkan Komite pemberi penghargaan memuji Westergaard karena “berani” membela nilai-nilai demokrasi meskipun menghadapi ancaman pembunuhan. 

Dalam karikaturnya, Kurt Westergaard menggambarkan penutup kepala Nabi Muhamad sebagai sebuah bom bersumbu.Kartun ini adalah satu dari 12 buah yang diterbitkan surat kabar Denmark Jyllands-Posten pada tahun 2005. Di Spanyol kelompok ekstrimis meresmikan sebuah klub malam yang dirancang dalam bentuk sebuah masjid, dengan sebuah kubah berwarna hijau terang dan menara tinggi. Bahkan pemiliknya memberi nama klub malam itu dengan nama Makkah (La Meca). Di Amerika pendeta Sinting  Terry Jones mengkampanyekan tanggal 11 September sebagai puncak dari rangkaian pembakaran Al Quran se- dunia.

Paparan diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya Umat Islam sedang mengalami kekalahan dihari kemenangan. sungguh sangat menyedihkan karena umat Islam terus-menerus dalam kehinaan dan ketertindasan serta tidak berdaya menghadapi musuh-musuhnya padahal umat Islam adalah umat yang terbaik sebagaimana Firman Allahu SWT :

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah... (QS. Ali 'Imran [3]: 110)

Dalam tafsir Fathul Qadir al-hafidz Asy-syaukani menjelaskan :

“…Kalian adalah sebaik-baik umat selama keadaan kalian menyeru (pada yang makruf), melarang (kemungkaran). Kalian beriman pada Allah dan kepada hal-hal yang Allah wajibkan atas kalian untuk beriman di dalamnya, yaitu kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya serta hal-hal yang Allah syariatkan untuk hamba-Nya. Sungguh tidak sempurna keimanan pada Allah kecuali beriman pada perkara-perkara ini (Al-hafidz asy-syaukani, Fathul Qadir 2/11)

Untuk itulah tidak ada pilihan lain bagi kaum Muslimin kecuali harus mencurahkan pikiran, tenaga serta segala potensi yang ada untuk berjuang menegakkan kembali Daulah Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh ditengah-tengah kehidupan, mempersatukan umat Islam sehingga kaum Muslimin dapat meraih kembali kemuliannya serta mengembalikan kewibawaan Islam dan kaum Muslimin dihadapan musuh-musuh Islam sebagaimana janji Allah dalam Al Quran, Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa...(QS. An-Nur [24]: 55)

Tentang ayat tersebut al-Hafidz Ibn Katsir berkata :

…ini adalah janji dari Allah untuk Rasul-Nya SAW, bahwa Allah akan menjadikan umat beliau sebagai khulafa’, yakni para imam bagi manusia dan para wali bagi mereka. Dengan merekalah negeri-negeri akan menjadi baik, dan manusia pun akan tunduk kepada mereka. (Imam al-hafidz Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’anul Adzim, 6/77).

Jadi kemenangan sesungguhnya kaum Muslimin adalah dengan tegaknya Khilafah ditengah-tengah Umat sebagaimana Janji Allah kepada hambaNya yang beriman dan senantiasa beramal sholeh.  Wallahu A’lam Bish-shawab (Oleh Alex Saifullah, KORWIL BKLDK Sulawesi Selatan Dan Barat)



1 komentar:

  1. ASSALAMU'ALAIKUM....(SALAM UKHWAH)

    SUBHANALLAH...(MAHA SUCI ALLAH)

    REZIM KOMUNIS CINA LAKNATULLAH...SEMOGA UMMAT ISLAM DI CINA DI BERIKAN KEKUATAN IMAN TUK TTEP BERTAHAN DEMI TEGAKX ISLAM....!!! ALLAHU AKBAR...3X

    BalasHapus